Oleh : Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik
Sejumlah badan usaha penyedia Bahan Bakar Minyak (BBM), seperti PT Pertamina (Persero), Shell Indonesia, BP-AKR hingga PT Vivo Energy Indonesia kompak menaikkan harga produk BBM non subsidi. Kenaikan harga tersebut berlaku sejak 1 November 2024.
Kenaikan harga BBM ini, jelas akan berdampak pada kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Mengingat, distribusi barang kebutuhan pokok memerlukan komponen BBM sebagai sarana mengantarkan barang dari produsen ke konsumen.
Bahkan, bea produksi barang juga akan naik. Karena bahan baku yang dibawa ke pabrik, juga memerlukan BBM.
Itu artinya, beban produksi naik, biaya distribusi naik, harga-harga akan naik. Sementara, pendapatan masyarakat malah cenderung menurun. PHK sejumlah perusahaan, bukan hanya menurunkan pendapatan buruh, malah menghilangkan pendapatan buruh.
Itu artinya, kehidupan masyarakat akan semakin sulit. Beban hidup semakin berat. Masa depan semakin suram.
Pada saat yang sama, beberapa waktu lalu pemerintah malah memperpanjang Tax Holiday para pengusaha dan investor. Mereka, diberi libur pajak, tidak perlu bayar pajak. Padahal, rakyat tiap hari dibebani pajak (Tax Every Day).
Prabowo adalah Presiden, yang tak mungkin melawan sistem kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme, Negara menjadi pelayan kaum kapital. Rakyat dijadikan customer para kapitalis. Negara, membuat aturan untuk melayani bisnis para kapitalis.
Kebijakan kenaikan BBM serentak ini, bertujuan untuk melayani oligarki niaga BBM ditingkat retail. Agar pemain BBM asing, bisa untung beliung karena mendapat limpahan customer dari kebijakan ini. Agar masyarakat, tak lagi harus ke SPBU Pertamina, karena harganya tak jauh beda dengan SPBU asing.
Kebijakan Tax Holiday, untuk memindahkan beban produksi para kapitalis kepada Negara. Mereka, diringankan untuk berbisnis, agar biaya produksi ringan, agar potensi keuntungan mereka tidak tergerus pajak.
Sementara PPN atas barang, akan naik 12 % dan berlaku kepada seluruh masyarakat, tidak peduli kaya atau miskin. Seluruh rakyat, dipaksa membayar PPN 12 % dari seluruh barang yang mereka perjual belikan.
Prabowo juga pada akhirnya, akan mengambil jurus ngutang untuk menutup defisit APBN. Utang asing, akan terus membelenggu dan mempengaruhi kebijakan. Kebijakan negara, harus pro asing, pro kapitalis. Semua subsidi rakyat, harus dipangkas. Padahal, mayoritas APBN dibiayai dari pajak rakyat.
Inilah, kado pahit rezim Prabowo. Rezim yang menerapkan kapitalisme sekuler. Sampai kapan umat Islam di negeri ini bangkit, dan berjuang membebaskan diri dari penjajahan sistem kapitalisme sekuler? [].