Jimly Asshiddiqie menjadi profesor Fufafafa atas pernyataannya hakim PTUN bisa ditangkap jika membatalkan pelantikan Gibran Rakabuming Raka (Gibran) menjadi wapres.
Demikian dikatakan pengamat politik Muslim Arbi dalam pernyataan kepada redaksi www.suaranasional.com, Jumat (11/10/2024). “Hakim PTUN itu independen dan tidak bisa diintervensi siapapun,” tegasnya.
Menurut Muslim, Jimly Asshiddiqie terlihat sekali melindungi Gibran agar bisa dilantik menjadi wapres. “Padahal pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan, Gibran bisa tidak dilantik menjadi wapres karena telah melakukan perbuatan tercela dengan akun Fufufafa,” papar Muslim.
Muslim mengatakan, rakyat Indonesia menginginkan Gibran tidak dilantik menjadi wapres. “Gibran sosok yang bermasalah sejak awal menjadi calon wakil presiden. Cacat secara moral hukum,” tegasnya.
Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof Jimly Asshiddiqie, menilai majelis hakim PTUN Jakarta bisa dicokok jika membatalkan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Sebab, pelantikan yang dijadwalkan 20 Oktober 2024 itu bersifat final, sehingga tak ada lembaga yang bisa mengubah atau membatalkan.
Menurutnya, PTUN ataupun Mahkamah Agung (MA) sekalipun dianggap tak punya kewenangan mengubah jadwal pelantikan itu, apalagi membatalkan. Sebab, keputusan final dan mengikat sudah diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK) dan diatur tegas UUD RI Tahun 1945.
“Misalnya PTUN memutus dengan perintah membatalkan, maka majelis hakimnya wajib ditangkap, diberhentikan, dan bahkan dipenjarakan dengan hukuman sangat terberat, karena telah berkhianat pada negara dengan melawan konstitusi negara,” kata Jimly dikonfirmasi, Kamis (10/10/2024).
Jimly menyindir jika majelis hakim PTUN Jakarta mau mencoba silakan saja, nanti bakal tercatat sejarah. Hakim PTUN yang memutus pembatalan pelantikan itu bisa ditangkap dan diproses hukum. Biarkan majelis hakim di pengadilan negeri yang menilai. Perlu juga dilaporkan kepada Komisi Yudisial (KY) untuk diproses menuju pemecatan karena tidak profesional dan menyalahgunakan kekuasaan dengan merusak sistem konstitusi.
“Kita harus perjuangan kesejahteraan hakim, tapi untuk hakim yang tidak becus, kita harus berantas habis. Supaya (jangan) terlalu banyak hakim TUN yang bekerja melampaui kewenangannya,” ujarnya.