Oleh: Damai Hari Lubis, Pengamat Hukum& Politik Mujahid 212
Jimly mengancam atau mengintimidasi Hakim PTUN No.133/G/TF/2024/PTUN.JKT. dengan menyatakan, “andai putusannya membatalkan Gibran sebagai Wapres bisa ditahan dan wajib dipenjara”.
Opini hukum ini adalah amat keliru dan sengaja intervensi untuk menyesatkan publik dengan pola Jimly merefleksikan sebuah pernyataan ancaman, melalui legal opinion kontradiktif (illogical) alias ngawur, sengaja menyembunyikan kebenaran prinsip tugas pokok dan fungsi dari profesi hakim, bahwa “terhadap hasil putusan hakim terhadap para pihak yang berperkara, hakim tidak dapat dihukum.”
Terlebih jika dihubungkan dengan 3 (tiga) jenis prinsip alternatif putusan hakim:
1. Mengabulkan petitum gugatan;
2. Menolak petitum gugatan;
3. Tidak menerima gugatan karena faktor kompetensi (absolut/relatif) atau karena gugatan tidak jelas, rancu, atau sebab lain yang menyangkut tehnis beracara, atau belum sampai tahapan petitum objek perkara gugatan.
Sehingga Jimly melakukan hal yang yang tidak patut melalui pola intimidasi PTUN. dan terbukti membuat kegaduhan masyarakat hukum dan dan umumnya publik pemerhati penegakan keadilan.
Apakah dampak ancaman Jimly, mengakibatkan PTUN mengundurkan jadwal sidang putusannya dari tanggal 10 menjadi 24 Oktober 2024 atau putusan akan dibacakan paska pelantikan presiden Prabowo Subianto. Karena pelantikan presiden dan Wapres agenda pelaksanaannya pada 20 Oktober 2024 ? Sehingga andai Gibran diputuskan oleh PTUN. KPU telah melanggar sistim hukum, maka berimplikasi melahirkan polemik hukum yang berkelanjutan serta tidak berkepastian. Atau kah sudah ada titik temu (bargaining position) politis antar pihak penggugat dengan pihak bakal penguasa baru ? Dalam perkara perdata ini bisa saja terjadi, karena musyawarah lebih tinggi dari putusan inkracht sekalipun.
Namun apakah andai bargaining position berupa bagi-bagi kursi, akan kah berdampak negatif terhadap publik bangsa ini yang merasa hak-hak hukum mereka sebagai WNI untuk mendapatkan keadilan tercederai. Lalu sudah kah dipertimbangkan akan manfaat dan kepastian hukum selanjutnya demi sejarah politik hukum bangsa dan NRI yang harus lebih ideal kedepannya dari citra buruk era kepemimpinan Jokowi ( bad politics and leadership).