Oleh: Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik
Amerika tak lagi dapat mempertahankan statusnya sebagai ‘Polisi Dunia’, sehingga bisa seenaknya mengutip ‘Japrem’ atas seluruh pelayaran niaga yang melewati laut merah. Amerika, harus menghadapi rongrongan dari banyak kapal niaga dunia, karena tak mampu lagi menjaga keamanan pelayaran niaga mereka yang melewati laut merah, karena serangan militer Yaman.
Selama ini, biaya asuransi niaga pelayaran begitu mahal. Amerika, mengambil bagian dari jatah premi terbesar dari biaya asuransi keamanan pelayaran dunia, dimana Amerika selaku penjamin akan memberikan garansi keamanan bagi pelayaran dunia melalui kontrol kekuatan militernya.
Namun, Amerika gagal memenuhi tuntutan klaim. Amerika mendapati dirinya, tak lagi dapat mengontrol keamanan laut merah, padahal jalur ini adalah jalur pelayaran paling penting dunia.
Laut Merah yang menjadi pintu masuk Terusan Suez dari selatan, merupakan salah satu jalur pelayaran paling sibuk di dunia. Jalur ini menawarkan alternatif rute bagi kapal untuk menuju Eropa, tanpa perlu memutari Benua Afrika melalui Tanjung Harapan.
Namun, pasca kontrol laut merah bukan lagi Amerika, banyak kapal niaga terpaksa memutar melalui jalur memutar via Tanjung Harapan, demi menghindari serangan Yaman. Mereka, tak lagi percaya pada kekuatan militer Amerika untuk menjaga armada kapal mereka melewati jalur laut merah.
Sebenarnya, laut merah bisa kembali aman asalkan Israel segera menghentikan serangan ke Palestina. Karena sejumlah serangan militer Yaman kepada kapal niaga yang menuju Israel, dilakukan dengan tuntutan agar Israel menghentikan serangan ke Palestina.
Namun, Amerika tidak mau menekan Israel untuk menghentikan serangan ke Palestina. Amerika, justru mengambil resiko dengan berkonfrontasi langsung dengan militer Yaman, karena posisi militer Yaman telah mengambil alih peran Amerika sebagai ‘Polisi Dunia’ di laut merah.
Upaya ini juga dilakukan Amerika, untuk mengembalikan kepercayaan kapal niaga dunia, agar tetap membayar premi asuransi pelayaran niaga kepada Amerika. Sebab, kapal niaga internasional akan ogah membayar jatah preman (japrem) kepada Amerika, jika kapal mereka tetap tak aman melalui jalur laut merah.
Mereka, lebih memilih mengambil rute via tanjung harapan, meski harus membayar biaya lebih mahal dan waktu pelayaran lebih lama, ketimbang memotong di jalur merah, tapi kapal mereka berpotensi dirudal militer Yaman.
Yaman sendiri, memberikan izin perlintasan kapal di laut merah, sepanjang tidak terkait dengan kepentingan Israel. Itu artinya, Yaman telah mengambil alih kendali pelayaran di laut merah, menggantikan posisi Amerika.
Serangan terbaru Amerika ke Yaman Jum’at lalu (4/10), dimana Amerika Serikat (AS) meluncurkan rentetan rudal ke lebih dari selusin target sasaran di Yaman untuk menghancurkan sistem senjata, pangkalan, dan peralatan lainnya milik Yaman, adalah upaya yang ditempuh Amerika untuk mengembalikan status Amerika sebagai polisi dunia.
Namun sayang, masa kejayaan Amerika sudah berakhir. Doktrin Monroe, memang memberikan garansi wilayah Amerika aman dari ancaman perang. Tapi tidak menjamin, Amerika tidak menjadi bulan-bulanan diluar wilayah mereka.
Laut merah, adalah Medan perairan yang sangat dikuasai oleh militer Yaman. Disisi lain, Yaman telah mampu mengembangkan sistem persenjataan mereka, sehingga rudal rudal mereka, mampu menenggelamkan kapal Amerika dan Inggris.
Sementara Amerika, bertempur di laut merah sama dengan bertempur di daratan Vietnam. Amerika hanya menang senjata canggih, tapi tak menguasai medan perang.
Jika didarat Amerika pernah dikubur oleh tentara Vietnam, maka di laut Amerika akan ditenggelamkan oleh militer Yaman. Apalagi, saat ini Amerika sedang berperang di banyak medan perang (Ukraina). Konsentrasi Amerika yang terpecah, menyebabkan Amerika semakin ringkih untuk menghadapi militer Yaman di laut merah. [].