Relawan Rawon: Rakyat Harus Hormati dan Terima Revisi UU Pilkada yang Anulir Keputusan MK No 60

Rakyat harus menghormati dan menerima Revisi UU Pilkada oleh DPR yang membatalkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 60.

“DPR itu lembaga wakil rakyat segala keputusan harus dihormati dan diterima termasuk menolak keputusan MK No 60,” kata Relawan Rawon Jay Abdullah kepada redaksi www.suaranasional.com, Rabu (21/8/2024).

Menurut Jay, DPR juga pembuat undang-undang dan menjalankan tugas konstitusinya dengan merevisi UU Pilkada sehingga menganulir keputusan MK No 60. “Kalau mau protes hasil revisi UU Pilkada ajukan ke MK,” ungkap Jay.

Jay mengatakan, rakyat harus yang tepat ketika menganggap keputusan DPR menganulir keputusan MK No 60 bertentangan konstitusi. “Bisa melakukan demo dalam menyampaikan pendapatnya tetapi jangan anarkis,” papar Jay.

Panitia Kerja (Panja) Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) menyepakati batas minimum calon kepala daerah paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil calon gubernur 25 tahun saat pelantikan. Hal ini berbeda dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur serta 25 tahun untuk bupati dan calon wakil bupati serta wali kota dan calon wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih,” dikutip dari draft RUU Pilkada yang dibacakan seorang staf Baleg DPR, Widodo, Rabu, 21 Agustus 2024.

Wakil Ketua Baleg DPR, Achmad Baidowi menegaskan aturan itu yang disepakati. Sebab, pihaknya lebih memilih merujuk pada putusan Mahkamah Agung (MA) ketimbang Mahkamah Konstitusi (MK).

Panja RUU Pilkada juga menuangkan aturan tersebut dalam draf Pasal 40 RUU Pilkada. “Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD provinsi dapat mendaftarkan calon gubernur dan calon wakil gubernur dengan ketentuan,” kata anggota Tim Ahli Baleg DPR Widodo saat membacakan DIM pemerintah dalam rapat di kompleks parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu, 12 Agustus 2024.

Widodo kemudian membacakan ketentuan pencalonan kepala daerah oleh partai politik nonparlemen. Syarat tersebut sesuai dengan putusan MK. Ketentuan itu juga berlaku untuk pencalonan kepala daerah tingkat kabupaten/kota.

Ketentuan itu mengatur ambang batas Pilkada ditentukan perolehan suara sah partai politik atau gabungan partai politik yang dikaitkan dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di masing-masing daerah. Ada empat klasifikasi besaran suara sah berdasarkan putusan MK, yaitu; 10 persen, 8,5 persen, 7,5 persen dan 6,5 persen, sesuai dengan besaran DPT di daerah terkait.

Namun, syarat tersebut tidak berlaku bagi partai politik yang mendapatkan kursi di DPRD. Dalam DIM yang dibacakan dalam rapat Panja RUU Pilkada, partai politik yang mendapatkan kursi parlemen daerah tetap menggunakan syarat lama ambang batas Pilkada.

“Partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit dua puluh persen dari jumlah kursi DPRD atau dua puluh lima persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan,” bunyi ketentuan tersebut.

Pimpinan rapat, Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi atau Awiek, mengatakan DIM tersebut kemudian akan dibahas oleh Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin) sebelum pengambilan keputusan.

“Sebelum kami menutup rapat Panja pada hari ini, perlu kami sampaikan kepada anggota Panja, bahwa pembahasan DIM yang bersifat redaksional dan penugasan perumusan materi dari Panja akan dilakukan oleh Timus dan Timsin pada pukul 13.00 WIB,” kata Awiek sebelum menutup rapat. Selanjutnya, kata Awiek, hasil bahasan Timus dan Timsin dilaporkan kembali ke Panja sebelum rapat pengambilan keputusan dengan pemerintah.