Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H, Advokat,
Tsunami politik Pilkada sedang dan akan terus terjadi di Republik ini. Hal itu, dipicu oleh dua Putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Putusan MK pertama, telah membuyarkan mimpi Presiden Jokowi untuk menempatkan putra bungsunya, Kaesang Pangarep, untuk menjadi Gubernur melalui Pilkada 2024. Sebagaimana diketahui, Kaesang disebut akan maju Pilkada Jateng sebagai Cawagub berpasangan dengan Mantan Kapolda Jawa Tengah (Jateng) Komjen Ahmad Luthfi sebagai Cagubnya.
Mimpi Jokowi ambyar, karena MK mengeluarkan Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan Anthony Lee dan Fahrur Rozi, Selasa (20/8/2024). Dalam pertimbangannya, MK menegaskan syarat usia 30 Tahun bagi Cagub dan Cawagub adalah saat pendaftaran dan dibatasi hingga saat penetapan Calon.
Padahal, berdasarkan tahapan Pilkada serentak 2024, KPU telah menetapkan tanggal 22 September 2024 sebagai hari PENETAPAN PASANGAN CALON. Kaesang Pangarep Ketua Umum PSI baru berusia genap 30 tahun pada tanggal 25 Desember 2024.
Itu artinya, Kaesang otomatis batal maju Pilgub Jateng. Kalau tetap mau maju, Kaesang harus rela turun level di Pilkada Kabupaten atau kota, yang syarat usia minimumnya hanya 25 tahun.
Putusan MK kedua, telah membuyarkan mimpi Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM Plus), yang ingin membentuk monopoli koalisi besar di berbagai Pilkada. Terakhir, koalisi ini telah mengumumkan deklarasi pencalonan Ridwan Kamil – Siswono, kemarin (Senin, 19/8).
Mimpi KIM Plus yang terdiri dari Parpol Koalisi Pendukung Prabowo Gibran (Golkar, Demokrat, Gerindra, PAN, Gelora) ditambah migrasi 3 parpol dari Koalisi Perubahan (PKS, PKB & NasDem), harus ambyar dan hancur lebur karena MK mengeluarkan Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024.
Putusan MK ini, menganulir syarat Pilkada harus 20 % dari perolehan kursi atau 25 % perolehan suara yang diperoleh Parpol atau Gabungan Parpol. Syarat itu diturunkan, sehingga setimbang dengan syarat dukungan calon yang mengambil jalur perseorangan.
Mahkamah menyatakan Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
1. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di provinsi tersebut;
2. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen) di provinsi tersebut;
3. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen) di provinsi tersebut;
4. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% (enam setengah persen) di provinsi tersebut;
Adapun untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan calon wakil walikota:
1. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di kabupaten/kota tersebut;
2. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen) di kabupaten/kota tersebut;
3. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen) di kabupaten/kota tersebut;
4. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% (enam setengah persen) di kabupaten/kota tersebut.
Putusan MK ini membuyarkan skenario KIM Plus untuk menguasai Pilkada Jakarta dengan desain melawan calon perseorangan. Putusan ini, memungkinkan bagi PDIP dengan 15 kursinya untuk mencalonkan Cagub dan Cawagub dalam Pilkada Jakarta secara mandiri.
Pada Pemilu 2024, KPU DKI menetapkan 8,2 Juta Orang Masuk DPT Pemilu 2024, Tersebar di 30.766 TPS. Itu artinya, Syarat Pencalonan Pilkada Jakarta ada di Layer kedua yakni 7,5% (tujuh setengah persen) atau 8 kursi.
Perolehan kursi Pemilu DKI Jakarta pada Pemilu 2024 adalah:
1. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB): 470.682 suara (10 kursi)
2. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra): 728.297 suara (14 kursi)
3. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP): 850.174 suara (15 kursi)
4. Partai Golongan Karya (Golkar): 517.819 suara (10 kursi)
5. Partai NasDem: 545.235 suara (11 kursi)
6. Partai Keadilan Sejahtera (PKS): 1.012.028 suara (18 kursi)
7. Partai Amanat Nasional (PAN): 455.906 suara (10 kursi)
8. Partai Demokrat: 444.314 suara (8 kursi)
9. Partai Solidaritas Indonesia (PSI): 465.936 suara (8 kursi)
10. Partai Perindo: 160.203 suara (1 kursi)
11. Partai Persatuan Pembangunan (PPP): 153.240 suara suara (1 kursi).
Berdasarkan perolehan kursi ini, PKS, PKB, NasDem, PDIP, Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN dan PSI bisa mengajukan Paslon sendiri. Apakah putusan ini akan membuat pecah koalisi KIM Plus di Pilkada Jakarta?
Putusan MK ini, juga bisa mengoyak soliditas koalisi KIM Plus di berbagai daerah. Karena Parpol, bisa mengajukan kadernya maju Pilkada secara mandiri tanpa berkoalisi dengan koalisi gemuk KIM Plus. Bahkan, jelang pendaftaran Paslon tanggal 27-29 Agustus 2024, sejumlah deklarasi Paslon yang dilakukan oleh KIM Plus di sejumlah Pilkada, bisa saja ambyar dan mengalami penyesuaian.
Dua putusan MK ini, mengkonfirmasi Jokowi tak lagi sakti 2 bulan jelang lengser dari kekuasaannya. MK tidak bisa dikendalikan lagi oleh Jokowi pasca lengsernya Anwar Usman.
Dua putusan MK ini, juga akan menggangu soliditas KIM Plus. Karena godaan kekuasan, akan membuat parpol melakukan rekalkulasi. Apakah tetap gabung, atau punya potensi berkuasa dengan mengajukan kadernya sendiri.
Parpol juga bisa jualan tiket kepada calon untuk diusung, karena syarat pencalonan menjadi lebih ringan. Mimpi KIM Plus ambyar diterjang badai putusan MK.
Apakah putusan MK ini akan berdampak pada dinamika politik Partai Golkar, yang akan Munas malam ini (Selasa, 20/8)? Kita lihat saja, hasil Munas Partai Golkar seperti apa. [].