Pemalsuan makam dengan diganti nama yang tidak asli memunculkan masalah di masyarakat. Pihak ahli waris merasa pemalsuan makam bisa merusak sejarah bangsa Indonesia karena yang dipalsukan tokoh nasional.
“Makanya jangan main-main, jangan kamu ganti makamnya nanti marah dia. Makam siapa diganti makam siapa sementara itu masih hidup karena Sabilillah kok diganti biar apa Biar yang kamu sebut itu orang itu lah kalau kamu ganti yang lain yang kamu sebut orang lain orang lain lah aku ini yang mati duluan malah kamu sebut yang lain marah dia akhirnya bledos (meletus-red) kayak begini Ini kan gara-gara begitu Itu makam diganti-ganti,” kata KH Ahmad Muwafiq (Gus Muwafiq) dalam video yang beredar.
Gus Muwafiq mengatakan, pemalsuan makam dengan mengganti nama berdasarkan keturunan nenek moyangnya. Pemalsuan makam tidak sesuai dengan sejarah yang sebenarnya.
“Kamu nyebut nenek moyangnya orang lain kacau Kamu akhirnya dalamnya marah sampai di atasnya jadi panas akhirnya konslet ribut sana sini itu ya makanya Kau yang mulai kau yang harus mengakhiri,” tegasnya.
Budayawan dan Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar, Raden Tumenggung Dr. Arif Muzayin Shofwan Dwijodipuro, M.Pd., menegaskan pentingnya langkah-langkah untuk melindungi warisan sejarah dan budaya dari praktik-praktik yang merusak ini.
Makam Tiga Putri Mataram, yang terletak di Kelurahan Blitar, Kecamatan Sukorejo, Kota Blitar, adalah situs sakral yang dihormati oleh masyarakat setempat. Makam ini adalah tempat peristirahatan terakhir bagi tiga putri dari Kerajaan Mataram pada abad ke-17: Roro Rayung, Roro Wandansari, dan Roro Bondan Palupi. Namun, situs bersejarah ini sedang menghadapi ancaman serius setelah kabar bahwa sekelompok oknum berusaha mengklaim makam tersebut sebagai makam habib keturunan Yaman.
Arif Muzayin Shofwan menyatakan bahwa fenomena “ronsen kuburan” atau pemalsuan makam oleh kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab adalah ancaman serius bagi integritas sejarah lokal. “Fenomena ini terkadang tidak hanya berasal dari kelompok yang mengaku habib, tetapi juga dari kelompok lainnya. Jika tidak ditangani dengan hati-hati, bisa menimbulkan kebencian dan perpecahan di antara kelompok-kelompok masyarakat,” ujarnya, Selasa (25/6/2024).