Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H, Advokat, Kuasa Hukum Ketua FKMTI
Kembali, untuk yang kedua kalinya penulis hari ini bersama Pak Niko dari FKMTI dapat menghadiri undangan dari Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli), di mana undangannya diteken langsung oleh Komjen Pol. Drs. Ahmad Dofiri, M.Si selaku Ketua Pelaksana Tugas Saber Pungli. Undangan pertama, penulis hadiri di Hotel Milenium Jakarta (27/11/2023), bersama Pokja, Kementrian/lembaga terkait, termasuk juga mitra Saber Pungli.
Kali ini, pada Rabu 12 Juni 2024, penulis hadir kembali memenuhi undangan di Hotel Grand Mercure Harmoni Jakarta, dalam agenda optimalisasi Sinergitas Satgas Saber Pungli Guna Penguatan Indeks Perilaku Anti Korupsi Melalui Interoperabilitas SI DULI dan SP4N Lapor.
SI DULI adalah Aplikasi Pengaduan dan Pelaporan Masyarakat yang disediakan Satgas Saber Pungli. Sedangkan SP4N Lapor adalah Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N) – Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR), yang diluncurkan sebagai layanan penyampaian semua aspirasi dan pengaduan masyarakat yang terintegrasi secara Nasional. Dua aplikasi ini diterbitkan untuk menunjang kinerja Satgas Saber Pungli agar lebih optimal.
Karena terjebak macet akibat perbaikan jalan menuju lokasi, penulis tiba terlambat 15 menit dari jadwal pukul 09.00 WIB. Alhamdulilah, Penulis masih sempat menyimak paparan akhir dari Sekretaris Satgas Saber Pungli, Irjen Pol. Dr. Andry Wibowo.
Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) sendiri telah lama menjadi mitra dari Satgas Saber Pungli sejak tahun 2019 lalu, dimana saat itu MoU diteken oleh Komjen. Pol. Drs. Moechgiyarto, S.H., M.Hum selaku Pihak Pertama mewakili Satgas Saber Pungli dan SK Budiardjo dari FKMTI selaku Pihak Kedua.
Sayangnya, dua undangan dari Satgas Saber Pungli ini tidak bisa dihadiri langsung oleh SK Budiardjo selaku Ketua FKMTI. SK Budiardjo saat ini mendekam di Rutan Salemba, menjadi korban kriminalisasi Agung Sedayu Group melalui anak usahanya PT SSA.
Dalam kriminalisasi yang dialami SK Budiardjo oleh Agung Sedayu Group, masalah bermula karena BPN tidak mau membuka Warkah SHGB 1633 milik PT Sedayu Sejahtera Abadi (PT SSA) yang mencaplok (merampas) tanah Girik C 1906, Girik C 5047 dan Girik C 193 milik SK Budiardjo.
Karena BPN tidak terbuka, maka FKMTI menduga ada permainan antara BPN dengan pihak lain (dalam hal ini Agung Sedayu Group) untuk menutupi data Warkah tanah, dan hal itu tidak gratis melainkan diduga kuat ada unsur pungutan liar, baik pungutan itu atas inisiatif (permintaan) oknum BPN maupun atas inisiatif (tawaran) pihak swasta untuk mengunci atau membuka informasi Warkah tanah di BPN.
Nah, setelah dibuka oleh penyidik melalui pemeriksaan 2 (dua) pegawai BPN Jakarta Barat dan dibawa ke pengadilan, ternyata baru terbuka bahwa SHGB 1633 milik PT SSA bermasalah. SHGB 1633 luasnya tidak konsisten, AJB-AJB nya tidak terdaftar, sebagian giirik-giriknya tidak ada di Cengkareng tapi di daerah lainnya, sejumlah SPH tidak jelas, yang kesemuanya dapat disimpulkan bahwa SHGB 1633 bodong.
Dalam acara Satgas Saber Pungli tersebut, Penulis tidak bisa sampai selesai, namun dalam paparan lanjutan rapat kerja nasional tersebut dijelaskan mekanisme menindaklanjuti aduan dan laporan masyarakat terkait permasalahan pungutan liar. Pemateri sambil menjelaskan bagan alur kinerja SI DULI dan SP4N Lapor, sesekali berkeliling diantara audiens.
Walau tidak sampai akhir, penulis ingin menyampaikan pokok pikiran agar kinerja Satgas Saber Pungli bisa bekerja optimal.
Pertama, secara sistem dan kelembagaan, mekanisme pelaporan pungli dan tindaklanjutnya cukup baik. Sehingga, setiap masalah dapat ditindaklanjuti secara proporsional dan profesional.
Proporsional, maksudnya setiap laporan tidak selalu diproses melainkan harus diverifikasi otentitasnya. Jika layak, maka dilanjutkan. Jika tidak, maka laporan bisa saja baru sekedar asumsi yang cukup diberikan penjelasan pada pelapor tentang substansi laporannya.
Profesional, maksudnya substansi laporan yang sudah terverifikasi dapat diteruskan pada kementrian atau lembagai terkait. Sehingga, tidak ada tumpang tindih dan kesalahan kewenangan dalam menangani laporan.
Jika masalahnya sudah pada tahap pelanggaran pidana, tentulah harus ditindaklanjuti melalui laporan polisi agar bisa dilakukan penyidikan lebih lanjut. Secara umum, kinerja Satgas Saber Pungli secara teknis dan administratif cukup memadai.
Kedua, secara kebijakan penanganan tindak lanjut laporan, ini yang masih perlu dipastikan. Mengingat, boleh jadi laporan masyarakat telah layak diproses, bahkan harus ditingkatkan para proses penyidikan. Tapi, apakah ada jaminan ada kebijakan meneruskan sampai proses penyidikan?
Sebagai ilustrasi, kasus yang dilaporkan FKMTI terkait penyerobotan tanah oleh PT SSA itu sudah selesai ditingkat berkas hingga gelar perkara. Perkaranya juga sudah diketahui oleh kementrian dan lembaga terkait (Menteri ATR/BPN, Kapolri, Jaksa Agung, hingga Menkopolhukam era Pak Mahfud MD).
Semestinya, status Direktur PT SSA Alexander Halim Kusuma naik status tersangka. Seluruh tanah yang diserobot dikembalikan. Seluruh pelaku pencurian kontainer diproses hukum. Namun faktanya, perkara tidak jalan.
Sebaliknya, kasus yang dilaporkan oleh PT SSA begitu cepat diproses oleh aparat kepolisian hingga, disidangkan hingga berujung vonis penjara 2 tahun terhadap SK Budiardjo & Nurlela.
Kasus yang dialami SK Budiardjo ini bisa saja terjadi pada pelapor kasus Pungli. Kata kuncinya, adalah konsistensi para pejabat kementrian dan lembaga terkait, untuk menerapkan kebijakan tindaklanjut laporan sesuai alur yang telah tersedia. Untuk memastikan hal ini, maka kita semua perlu terlibat untuk bersinergi saling menguatkan, dalam rangka menjaga dan melindungi kepentingan masyarakat dari bahaya pungutan liar (korupsi), yang merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. [].