Tanpa Sebut Gus, Imaduddin Utsman: Najih Maimoen tak Faham yang Ditulis Ulama Fikih

Imaduddin Utsman Albantani menyebut putra KH Maimoen Zubair, KH Najih Maimoen bukan dengan Gus atau kiai. Ia menyebut dengan nama Najih. Imaduddin sendiri selalu menyebut dirinya kiai haji.

Dalam tulisan terbaru Imaduddin berjudul “Pendukung FPI, Najih Maimun, Bela Ba’Alwi Tanpa Data”, Pengasuh dan Pendiri Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum Kampung Cempaka, Desa Kresek, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten menyebut putra KH Maimoen Zubair tidak faham yang ditulis ulama fikih.

“Najih walau membaca kitab fikih, tetapi tidak faham maksud yang ditulis ulama fikih itu,” tulis Imaduddin.

Imaduddin melanjutkan, Najih tidak faham tentang metode Syahadah (kesaksian) dalam menetapkan nasab yang terdapat dalam kitab-kitab fikih. Mungkin menurut Najih, jika hari ini ada dua orang bersaksi bahwa Ubaidillah adalah anak Ahmad bin Isa, maka sah-lah Ubadillah sebagai anak Ahmad bin Isa. padahal metode syahadah itu adalah bukan untuk kesaksian nasab yang jauh, tetapi untuk memberi kesaksian orang yang hidup hari ini sesuai apa yang saksi lihat dan saksi dengar.

“Ingat, sesuai yang saksi lihat dan saksi dengar. Karena syahadah atau kesaksian itu memang adalah apa yang saksi lihat dan saksi dengar tentang individu itu secara langsung, bukan yang saksi impikan atau halusinasikan,” ujarnya.

Imaduddin meminta Najih membaca kitab ilmu nasab yang berjudul “Rasa’il fi ‘Ilmil Ansab” karya Husain bin Haidar dari halaman 100 sampai halaman 200, juga silahkan baca kitab “Al Muqaddimat fi ‘Ilmil Ansab” karya Khalil bin Ibrahim dari halaman 59 sampai halaman 62. “Akan fahamlah bagaimana cara ulama menetapkan nasab,” ungkapnya.

Kata Imaduddin, Najih juga tidak faham metode itsbat nasab dengan syuhroh walsitifadhohSyuhroh dan istifadoh itu untuk nasab orang yang hidup dihari ini dengan popularitas didengar banyak orang ia sebagai anak seseorang, atau untuk orang yang hidup di masa lalu dengan popularitas dalam kitab-kitab ia sebagai anak seorang tokoh.

“Jika Ubed Syuhroh hari ini sebagai anak Ahmad, sementara di masa hidupnya ternyata ia tidak dikenal sebagai anak Ahmad, sesuai dengan kesaksian kitab-kitab yang ditulis di masanya atau yang paling dekat dengannya, maka syuhroh ini namanya “Syuhroh jadi-jadian”,” pungkasnya.