Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi, Associate Expert FOZ)
Gerakan zakat adalah medan unik para amilnya berkiprah. Mereka tak melulu tertarik bergabung dengan dunia zakat hanya mengejar urusan salary ataupun fasilitas semata. Mereka rata-rata bergabung lebih pada urusan idealisme yang dimiliki. Bila ditarik benang merahnya, mestinya urusan idealisme ini menjadi salah satu kekuatan gerakan zakat untuk terus menjaga spirit dalam membantu kehidupan kaum dhuafa menjadi lebih baik. Karena itu, idealnya juga para amil yang bergerak di dunia zakat mudah bersatu dan saling menguatkan.
Sayangnya, godaan untuk menjaga eksistensi dan terlihat menonjol sendiri tetap hadir dan muncul. Ada saja elemen pendukung gerakan zakat yang seakan-akan enggan untuk satu suara dalam memperjuangkan prioritas agenda. Dengan beragam alasan yang ada, mereka mengutamakan agenda sendiri. Menyatukan mereka dalam satu barisan dan napas gerakan bukanlah hal mudah.
Padahal, kekuatan gerakan zakat ini penting karena berkaitan dengan tegaknya pilar perubahan sosial umat. Layaknya pilar, ia harus kukuh dan dibangun di atas fondasi yang kuat. Dan fondasi yang kuat, dalam konteks perubahan sosial, tentu saja adalah dukungan dan partisipasi masyarakat. Dengan kuatnya dukungan masyarakat, maka akan berimplikasi memapankan gerakan menuju perubahan sosial yang dikehendaki. Bila landasan kekuatan masyarakatnya rapuh, maka akan rapuh pula bangunan perubahan sosial yang akan dibangun di atasnya.
Bagi Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang ingin hebat sendirian dan hendak terbebas dari beban kehidupan berjamaah, silakan saja dicoba dan dipraktikkan agar bisa merasakan bedanya udara kebersamaan dengan kesendirian. Sebagaimana para juru dakwah yang pernah pergi sendirian lalu kembali lagi bergabung, pasti ada cerita untuk apa mereka akhirnya kembali. Salah satunya ialah ternyata berbuat baik tak mudah dilakukan sendirian. Bahkan Nabiyullah Muhammad pun saat dakwah dan membangun masyarakat tetap membutuhkan jamaah untuk menjaga kesinambungan Islam.
Memulai kebaikan di jalan perubahan sosial adalah jalan panjang bahkan terjal. Dan jalan ini dilaluinya pun tak sebentar. Sangat panjang perjalanannya, dan pastinya melelahkan bagi yang akan melaluinya. Namun, mari perhatikan; di tengah kesulitan yang ada tersebut sesungguhnya ada sebagian orang yang mampu melewatinya.
Dalam konteks ini, sinergi merupakan persyaratan awal untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas organisasi pengelola zakat di mana pun. Semakin baik sinergi yang dibangun, maka semakin jelas dan terarah kualitas kerja sama yang dibangun. Sinergi yang digagas bisa saja dimulai dari program-program yang sudah ada, seperti program pendidikan, ekonomi, dakwah, kesehatan, dan sosial. Termasuk program advokasi untuk para tenaga kerja di dalam maupun luar negeri yang terzalimi dan jadi korban sejumlah pihak yang tak bertanggung jawab.
Sudah saatnya semangat holopis kuntul baris tak semata-mata slogan dan cita-cita tapi juga dan lebih penting lagi bisa diwujudkan ke tindakan nyata. Semangat ini nantinya semakin mengokohkan eksistensi gerakan zakat, baik di tingkat nasional maupun regional serta dunia.
Saatnya gerakan zakat di Indonesia tumbuh sehat, kuat, dan berdiri bersama membela para dhuafa hingga kepalanya tegak dan dadanya bergemuruh kesyukuran. Dan tangan-tangan terampil lagi kuat, yang akan mengajak dan membimbing mereka menuju hari-hari ke depan yang lebih cerah itu, dibentuk dan ditempa dari kebersamaan dalam beratnya pekerjaan berkhidmat ke umat.