Oleh: Faizal Assegaf
Prabowo galang konsolidasi ratusan Jenderal Purnawirawan TNI-Polri jelang pelantikan Presiden 20 Oktober. Di waktu yang sama, PDIP semakin sibuk berganti topeng jadi oposisi.
Tak kalah licin, Jokowi giat bermanuver dengan rupa cara untuk melindungi kepentingannya. Jokowi dihantui kecemasan, sangat takut bila turun tahta menuai berbagai tuntutan rakyat untuk menyeretnya ke jalur hukum.
Beberapa bulan ke depan, drama politik mengerucut pada tiga ihwal tersebut. Rakyat akan terus digiring oleh aneka akrobat. Tentang liku kejahatan bernegara yang dilakoni PDIP dan Jokowi berganti kulit dan seolah saling berhadapan.
Prabowo dan jejaring militernya akan gesit bergerak merebut posisi strategis negara. Berhadapan dengan sisa pengaruh kekuasaan Jokowi dalam penyusunan kabinet. Dan tak kalah seru, elite partai ikut berebut jatah.
Sementara di gelanggang parlemen, PDIP bekerja keras untuk mengawal Puan Maharani kembali menjadi Ketua DPR. Jatah kursi tersebut memberi gambaran pembagian kekuasaan PDIP dan Jokowi dalam peta pemilu curang.
Modus kompromi kepentingan politik dua dinasti — Megawati mengamankan ambisi Puan, sebaliknya Jokowi ambil faedah menjadikan Gibran selaku Wapres. Terlihat sangat terang dan jelas permainan kotor itu tersaji.
Uniknya, di kubu gerakan perubahan, Anies Baswedan terjebak ketidakpastian dengan partai koalisi — PKB, Nasdem dan PKS. Tak kalah menggemaskan, ribuan relawan tercerai-berai dan makin terbawah permainan PDIP dan Jokowi.
Hasil dari data kajian aktivis di Partai Negoro bahwa, Anies dan kelompok relawan mulai memasuki ruang kejenuhan. Bahkan mengalami penyusutan daya kritis dalam membaca dan merespon isu-isu strategis.
Anies yang diharapkan tampil berani dan mampu menyatukan kekuatan elemen rakyat, justru terbawah manuver kepentingan PKB, Nasdem dan PKS — digiring untuk turun ke level Pilkada DKI alias balik kandang.
Dan sudah pasti, ada skenario besar disiapkan menghabisi Anies melalui virus ganas Pilkada curang. Hati-hati terjebak. Perlu pertimbangan matang, jangan sampai mengulangi parade kebodohan dalam jebakan perburuan kekuasaan.