Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi, Associate Expert FOZ)
Membangun dan menyiapkan SDM unggul dan berkualitas memang tak mudah, apalagi pekerjaan ini bisa memakan waktu cukup lama. Sudah begitu, proses yang sedang dibangun pun prinsipnya paralel. Ada keinginan besar gerakan zakat Indonesia untuk semakin terlibat dalam membantu memudahkan urusan pengelolaan HRD amil zakat secara bersama-sama. Artinya, tidak lagi urutan prosesnya per lembaga kondisinya sempurna terlebih dulu kemudian membantu lembaga lain.
Setiap lembaga yang ada, yang berkomitmen memajukan urusan HRD internalnya sejak awal bisa bergabung dalam menemukan dan mencari solusi bersama terkait HRD. Forum Zakat akan menjadi mediator bagi proses perbaikan HRD di masing-masing anggota FOZ dengan menggandeng pakar HRD yang kredibel dan memiliki kompetensi untuk menyiapkan penilaian awal, melatih, menyiapkan proses, juga memastikan aktivitas hulu ke hilir SDM. Bila dikerjakan secara simultan, diharapkan akan memudahkan dan mempercepat peningkatan kualitas SDM amil zakat Indonesia. Bila proses simultan ini berjalan dengan baik, tentu saja akan berpengaruh terhadap kemajuan atau keberhasilan pengelolaan SDM amil untuk memenuhi kebutuhan bersama-sama, baik pada masa sekarang maupun masa akan datang. Pekerjaan ini juga nantinya diharapkan akan mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi pengelola zakat yang ada di Indonesia.
Di tengah berkembangnya semangat para penanggung jawab HRD organisasi pengelola zakat, ada dua hal krusial yang tidak boleh luput dari perhatian: perubahan gaya hidup masyarakat, dan pengelolaan SDM generasi milenial.
Pertama, perubahan gaya hidup. Kantor akuntan terbesar di dunia, PricewaterhouseCoopers (PwC), pernah merilis laporan berjudul “People Strategy for the Digital Age”. Laporan ini merupakan hasil dari survei atas 1.322 CEO yang berasal dari 77 negara. Disebutkan bahwa para CEO meyakini kemajuan teknologi berdampak pada seluruh aspek bisnis. Seiring dengan perombakan total strategi fundamental perusahaan, strategi perusahaan tentang SDM juga harus dirombak. Diperlukan perancangan ulang pekerjaan secara besar-besaran. Dari laporan PwC tersebut tergambar betapa perubahan gaya hidup kini bukan soal omong kosong semata. Pengaruh dan propaganda kehidupan baru yang bernama kehidupan era disrupsi, dengan teknologi digital sebagai sandarannya, bahkan kini bukan hanya sampai ke kantor tapi juga ke kamar tidur di rumah-rumah kita.
Data Digital 2019 oleh Hootsuite dan We are Social menunjukkan data yang menakjubkan dari jagad digital dunia. Dalam laporan tersebut disebutkan jumlah pengguna internet dunia yang telah mencapai 4,388 miliar orang. Ini artinya sudah lebih dari separuh (57%) manusia di bumi menggunakan internet. Di Indonesia, jumlah pengguna internet mencapai 150 juta orang atau 56 persen dari total populasi penduduk Indonesia. Dari 150 juta pengguna internet di Indonesia tersebut, sebanyak 60% mengaksesnya melalui ponsel pintar (smartphone). Dengan situasi seperti ini perlu dirumuskan cara-cara dan metode baru untuk sejumlah penyesuaian atau adaptasi kebijakan atau tata kelola organisasi yang selama ini sudah terbangun, termasuk soal SDM. Siapa pun kini harus menyadari dengan baik bahwa dunia terus bergeser. Dan dalam pergeseran-pergeseran tersebut, ada teknologi yang terus menggerakkan.
Perubahan masyarakat tersebut berdampak bukan hanya pada soal adanya perubahan market dunia zakat, namun juga bisa menciptakan peluang baru. Memang tidak semua perubahan pasar bagi gerakan zakat bernilai positif, bisa juga ada dampak ikutan yang justru menjadi “ancaman” bagi gerakan zakat. Soal ini terasa sekali ketika munculnya tren crowdfunding. Awalnya terasa membantu OPZ dalam menghimpun ZIS. Namun, semakin naiknya popularitas crowdfunding yang diiringi penyempurnaan prosesnya, saat ini ternyata terbilang “mengancam” OPZ. Proses berkembangnya crowdfunding justru menggerus mekanisme di market yang sudah eksis sebelumnya. Dengan situasi ini, asumsi mengelola market dan tugas mengedukasi muzaki oleh OPZ yang selama ini sudah bertahun-tahun dilakukan harus secepatnya disesuaikan agar bisa relevan dengan situasi sosial yang terjadi di tengah masyarakat.
Bagi OPZ jelas tak mudah untuk beradaptasi dan terus melakukan perubahan. Namun, tak ada pilihan lain bila ingin terus hadir di tengah zaman yang berubah. Ini bukan soal kemunculan teknologi yang baru, melainkan soal persepsi dan perilaku masyarakat yang berubah dan bergeser dari cara lama ke cara baru. Dengan begitu, tak banyak alternatif yang harus dilakukan: berubah atau menyerah. Dalam urusan zakat, misalnya, terjadi perubahan perilaku muzaki.
Saat yang sama, SDM amil di internal OPZ sendiri pun mengalami perubahan. Dengan kemampuan yang baik, latar belakang keilmuan dan juga pengalaman yang dimiliki, amil-amil zakat tersebut akan memberi warna tersendiri dalam gerakan zakat Indonesia. Dengan cepat, perubahan-perubahan ini akan berkelindan saling memengaruhi dan menumbuhkan spirit yang diharapkan bisa terus menumbuhkan dinamika gerakan zakat Indonesia menjadi lebih baik.
Para amil dengan semangat dan situasi sosial baru, tentu saja diharapkan mampu merespons perubahan ini dengan menyesuaikan model bisnis, sektor dan kemitraan baru di dunia zakat. Penyesuaian ini agar OPZ dapat beradaptasi dengan cepat, memelihara pertumbuhan OPZ, serta mempermudah akses agar semakin sesuai zaman dan semakin efisien melayani mustahik dan muzaki.
Hal kedua yang tak boleh luput dari perhatian adalah pengelol SDM generasi milenial. Pengaruh teknologi digital teramat dahsyat termasuk bagi gerakan zakat Indonesia. SDM amil yang baru bergabung, yang rata-rata merupakan bagian generasi milenial tentu tak bisa menghindar dari kuatnya paparan perubahan zaman. Rata-rata generasi ini menyukai sesuatu yang sifatnya simpel, ringkas, cepat. Mereka menyadari bahwa kunci untuk bisa adaptasi ada kuatnya spirit inovasi. Tanpa adanya inovasi, peluang pasar sebe apa pun bisa jadi tak optimal digarap apalagi dijadikan pegangan.
Generasi milenial sendiri tak lain adalah generasi yang lahir pada 1981 hingga 1994. Mereka ini orang-orang di usia produ dan konsumen yang dominan saat ini. Sejumlah data mencatat jumlah generasi milenial di dunia kerja mencapai 50 persen, diperkirakan pada 2030 generasi ini akan menguasai 75 persen lapangan kerja global. Di Indonesia sendiri, generasi ini mencapai 34,45 persen populasi. Generasi milenial mungkin tak seluruh asing bagi kita semua. Namun, ada bagian-bagian kebiasaan yang berbeda satu sama lain. Generasi milenial memiliki kebutuhan yang tinggi terhadap internet. Setiap saat, waktu yang diperlukan men untuk bisa mengakses internet pun meningkat. Berdasarkan Digital 2019 oleh Hootsuite dan We Are Social, penggunaan rata-rata du menggunakan internet selama 6,5 jam per hari untuk mengal internet melalui berbagai perangkat.
Di tengah perubahan teknologi pada era SDM milenial terdapat tiga perkembangan yang mengubah tataran bisnis teknologi mobile untuk berhubungan dengan konsumen, pengumpu data dan analisis, dan keamanan cyber. Selama ini, sejumlah korporasi besar banyak yang berfokus menyiapkan orangnya tapi lupa memastikan tingkat keamanannya. Di balik beratnya adaptasi teknologi, sejumlah OPZ sudah mulai bisa menikmati kemudahan teknologi yang ditujukan untuk membantu meningkatkan efektivitas, menurunkan biaya, serta meningkatkan kepuasan muzaki.