Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)
“Lame Duck merupakan istilah yang sering digunakan dalam konteks politik dan bisnis yang merujuk kepada seseorang atau sekelompok orang yang kehilangan atau akan segera kehilangan pengaruh atau kekuasaan”
Keinginan para pejuang aktivis agar negara segera kembali ke UUD 45, setelah merasakan pelaksanaan UUD 2002 telah membawa bencana besar, seperti bebek lumpuh, sangat lemah tak berdaya, harus menyerah para keadaan.
UUD 45 sebagai landasan bagi berjalannya sistem bernegara, yang telah di ubah pada thn. 1999, 2000, 2001 dan 2002. telah menimbulkan bencana besa tata kelola negara menjadi amburadul dan telah menjadi ancaman NKRI terus bergejolak menuju kehancurannya.
Perubahan arah negara telah menyentuh muatan secara politik, ekonomi, sosial budaya hukum serta pertahanan dan keamanan kearah negara liberal. Bersamaan tumbuh suburnya kebangkitan PKI gaya baru.
Perubahan UUD 45 menjadi UUD 2002 tidak konsisten dengan tujuan negara untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia. UUD 2002 tidak konsisten dengan Pancasila dan tertib hukum di Indonesia.
Pembukaan UUD 45 alinea IV masih mencantumkan Pancasila, namun dalam penjabarannya di UUD 2002 sudah berubah dengan ideologi lain yaitu “Liberalisme – Individualisme dan pragmatisme”. Rumusan Pancasila hanya sebagai rumusan verbal atau hanya sebagai aksesoris
Makin menjauhkan harapan masyarakat yang menghendaki adanya kejelasan , kepastian, ketertiban dan keadilan dalam kehidupan dalam sistem bernegara yang presisi, akuntabel dan terukur, menjadi tak menentu dan negara terus dalam guncangan.
Pilpres yang di ubah dengan pemilihan langsung nyata menjadi bencana demokrasi sejak kewenangan MPR untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dicabut. Alasan inilah otomatis kewenangan MPR menetapkan GBHN di cabut. Di ganti dengan Visi dan Misi Presiden, dengan dampak akibatnya.
Dalam Visi dan Misi Presiden tidak ada batasan yang diperjanjikan pada pemilih, tidak ada batasan yang mengarahkan dan membatasi Visi dan Misi Presiden baik yang terkait dengan konstitusi negara, falsafah negara dan sistem berkelanjutannya.
Negara tanpa haluan, masing rezim berjalan sendiri sendiri sesuai kemauannya masing masing. Budaya musyawarah mufakat hilang di parlemen, tersisa terus bertarung dalam voting adu kekuatan, masuklah kekuatan dari luar parlemen terlibat langsung atau tidak langsung ikut menentukan keputusannya di parlemen.
Dalam perubah konstitusi memang ada dua model: “perubahan atau mengganti keseluruhan dan perubahan dengan melakukan penambahan yang dikenal dengan “AMANDEMEN”. Semestinya amandemen itu menyiratkan penambahan atau perubahan yang masih mencakup konstitusi asalnya atau aslinya ( Walter Murphy, 1992 ).
Kalau amandemen sampa mencapai 95% itu bukan amandemen terapi mengganti konstitusi. Penggantian UUD 45 menjadi UUD 2002 sama artinya penggantian nilai nilai norma fundamental negara sama halnya dengan pembubaran Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
Sampailah pada praktek Pemilihan Presiden secara langsung, bukan menjadi ajang demokrasi yang jujur, adil, langsung, umum dan rahasia berubah menjadi milik dan kuasa oligarki dan kekuatan asing sebagai pengendaliannya.
Para aktivis yang berjuang ingin kembali ke UUD 45, seperti bebek lumpuh hanya meradang meratapi kejadian yang fatal dengan berlakunya UUD 2002.
Hiruk pikuk demo dan gejolak rakyat menuntut Polres 2024 jujur dan adil, pejuang aktifis kembali ke UUD 45 sunyi senyap tak berkutik. Tidak ada satupun orasi dan munculnya spanduk , bener yang tertulis ajakan negara segera kembali ke UUD 45.
Memang terpantau ada para aktifis yang lemah segalanya tidak memiliki kekuatan tak ubahnya seperti bebek lumpuh ( lamp duck ), masih muncul di grup WA sekedar melepas kerinduan dan keinginan kondisi ideal negara kembali ke UUD 45 .