Pemerhati Politik dan Kebangsaan: Gibran itu Penyakit Politik yang Merusak Sistem Ketahanan Bangsa

Putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka (Gibran) yang diloloskan menjadi cawapres dan dinyatakan KPU sebagai pemenang Pilpres 2024 bersama Prabowo Subianto telah merusak konstitusi Bangsa Indonesia.

“Gibran itu penyakit politik yang merusak sistem ketahanan bangsa,” kata pemerhati politik dan kebangsaan M Rizal Fadillah kepada redaksi www.suaranasional.com, Ahad (31/3/2024).

Kata Rizal, skandal Gibran ternyata menjadi obyek pembicaraan Komisi HAM PBB. Setelah dipertanyakan dalam Sidang berbasis ICCPR maka Office on United Nations High Commissioner Human Rights (OHCHR) mencatat pelanggaran HAM beberapa negara dunia.

“Indonesia mendapat perhatian terkait Pemilu 2024. Adalah “Skandal Gibran” yang disorot yakni lolosnya anak Presiden Jokowi melalui Mahkamah Konstitusi (MK),” paparnya.

Gibran akan menjadi penyakit yang berkepanjangan (kronis) jika tidak segera dibatalkan atau mundur dari jabatan sebagai Wapres. Rakyat sulit menerima keberadaan Gibran akibat kelahirannya yang tidak normal.

“Andai pelantikan juga terjadi, maka itu bukan berakhir penyakit. Penyakit baru dimulai. Gibran akan terus menerus ditolak keberadaannya. Foto diri yang terpampang dipastikan banyak yang diturunkan,” jelasnya.

Mungkinkah bangsa tiba-tiba sembuh dari penyakit berkepanjangan ? Mungkin saja tetapi sembuh hanya sesaat karena setelah itu bencana. Dalam ilmu medis dikenal dengan nama “terminal lucidity”. Seseorang yang berpenyakit lama (kronis) tanpa diduga, tiba-tiba sembuh normal, namun kesembuhan itu bersifat sementara kemudian meninggal.

Prabowo yang menggandeng Gibran, kata Rizal bakal turut mengalami penyakit kronis. Bangsa dipastikan mengulangi musibah setelah 10 tahun menderita di bawah kepemimpinan Jokowi. Bagaimana akan tenang mengelola negara jika rakyat terus mempersoalkan keabsahan sebagai Presiden/Wakil Presiden ?

“Jabatan yang didapat dengan cara tidak halal pasti membuat semua susah. Akhirnya si doi akan dilengserkan juga. Lalu, yang semula jumawa atau “delusion of grandeur”, esoknya merengek minta ampun,” pungkasnya.