Oleh : Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik
Judul tulisan ini tentu saja tidak nyambung, karena tidak ada kaitannya antara korupsi dengan perjuangan Khilafah. Para pejuang Khilafah juga bukan crazy rich pemain tambang, yang merugikan keuangan negara.
Para Pejuang Khilafah adalah ‘Crazy Truth’, yakni orang-orang yang ‘Gila Iman’, yang benar-benar yakin dengan janji Allah SWT, dan percaya penuh kabar dari Rasulullah Saw, tentang akan kembalinya Khilafah. Karena itu, mereka tanpa ragu berjuang dan mengorbankan seluruh waktu, tenaga, fikiran, harta bahkan nyawa untuk dakwah Khilafah.
Sedangkan kasus korupsi 271 T, adalah kasus yang menyeret Harvey Moeis, suami aktris kondang Sandra Dewi, yang belum lama ini ditetapkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk. (TINS) periode 2015–2022.
Harvey Moeis dipastikan bukan pejuang Khilafah, yang ga pernah koar-koar Khilafah, bahkan mungkin tidak tahu apa itu Khilafah. Artinya, segala kerusakan negeri ini karena korupsi, tak ada kaitannya dengan Khilafah. Bahkan, segala kerusakan yang ada, baik karena korupsi atau kejahatan lainnya, bukan ulah Khilafah. Jadi, jangan pernah menuduh Khilafah dan menjadikan Khilafah menjadi ancaman.
Harvey Moeis (HM) sendiri ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung pada Rabu (27/3/2024) atau menjadi tersangka ke-16 dalam perkara korupsi yang diduga menelan kerugian ekologis senilai Rp271 triliun tersebut. Sehari sebelumnya, Kejagung juga menetapkan dan langsung menahan Manager PT Quantum Skyline Exchange (QSE), Helena Lim (HLN) dalam perkara yang sama.
Kelakuan Harvey Moeis (HM) sangat radikal dan intoleran. Radikal, karena nilai kerugian lingkungannya mencapai angka 271 triliun. Jumlah uang yang kalau digunakan untuk buka bersama, bisa membuat seluruh warga NKRI seumur hidup buka puasa gratis. Atau makan siang gratis versi Prabowo, bisa dilakukan tanpa mengikis APBN.
Intoleran, karena dia menumpuk harta untuk dirinya sendiri dengan membiarkan jutaan rakyat khususnya yang ada di pulau Bangka hidup dalam kemiskinan, meskipun kaya akan timah. Intoleran, karena dia merusak lingkungan di area tambang untuk membangun rumah megah dan rumah tangga yang super bahagia bersama artis idaman.
Jadi, intoleran dan radikal itu bukan Khilafah. Bukan dakwah menerapkan syariah secara kaffah. Intoleran dan radikal itu korupsi, merusak lingkungan, dan hidup menjadi Crazy Rich ditengah mayoritas rakyat yang Crazy Poor. Bergelimang harta triliunan, ditengah mayoritas rakyat yang hanya berpenghasilan puluhan ribu yang untuk makan saja sering kurang.
Jadi, kalau ada yang bilang Khilafah radikal, intolelan, jangan percaya. Bisa jadi, orang yang seperti ini korup atau mendapat bagian dari harta korup, atau tak paham fakta sehingga meyakini ilusi Khilafah intoleran dan radikal sebagai realita. Padahal, yang jelas radikal dan intoleran itu korupsi.
Justru dalam sistem Khilafah, swasta tak boleh mengelola tambang. Semua tambang dikelola negara, dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat selaku pemiliknya.
Dalam sistem Khilafah yang menerapkan syariah, tambang adalah harta yang terkategori milik umum (Al Milkiyatul Ammah). Tak boleh dikelola individu, swasta, asing, cindo, maupun aseng. Swasta atau privat, juga tak boleh ngurusi CSR, smelter, dan segala hal yang terkait bagian dari milik publik. Karena hukum dari industri, mengikuti produk industrinya.
Saat industri itu mengelola harta milik umum seperti tambang timah, maka seluruh pabrik dan intalasi terkait tambang timah adalah milik umum. Smelter adalah bagian dari instalasi tembang timah, bagian industri tambang, sehingga harus dikelola Negara (Khilafah), bukan swasta atau pribadi.
Dalam Islam, orang seperti Harvey Moeis (HM) dan Helena Lim (Crazy Rich PIK) tidak boleh cawe-cawe dalam urusan tambang. Semua wajib dikelola Khilafah, hasilnya menjadi sumber APBN Khilafah dan ditempatkan di Baitul Mal pada pos Harta milik umum.
Harta ini nantinya bisa digunakan untuk membiayai pemerintahan, membayar gaji pegawai negara, membangun infrastruktur rakyat, memberikan subsidi kepada rakyat, dan berbagai kemaslahatan rakyat yang diadopsi Khilafah. Bukan seperti dalam sistem demokrasi, sumber APBN diambil dari pajak yang membebani rakyat. [].