Pengawasan SPBU Harus Rutin, Bukan Hanya Inspeksi Mendadak

Oleh: Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi

Pernyataan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan terkait kasus penyimpangan takaran pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) patut diperhatikan secara serius dan seksama. Mengapa dan ada momentum apakah di bulan Ramadhan 1445 Hijriyah Mendag begitu peduli dan melakukan inspeksi ke SPBU untuk memantau takaran pengisian BBM ke konsumen? Setidaknya, memang apabila penyimpangan takaran (apalagi sampai konsumen tertipu) oleh angka liter yang tertera pada alat pengisian (dispenser) BBM dibulan suci Ramadhan memang sudah perbuatan amoral yang keterlaluan!

Pemilik usaha dan atau pengelola SPBU tersebut tidak saja melecehkan pemerintah tentang kewajiban menaati peraturan dan per-Undang-Undangan berlaku, baik itu soal meteorologi maupun perlindungan hak-hak konsumen. Lebih dari itu, pemilik usaha atau pengelola SPBU yang ditunjuk sebagai mitra jelas merugikan citra Badan Usaha Milik Negara (BUMN) holding minyak dan gas bumi (migas) PT. (Persero) Pertamina. Publik akan mempersepsikan, bahwa BUMN Pertamina-lah yang telah melakukan tindak penyimpangan atau kecurangan takaran didispencer SPBU yang beroperasi di wilayah Indonesia. Padahal, tidak semua SPBU yang beroperasi di wilayah Indonesia hanya milik BUMN Pertamina, khususnya di kota-kota besar. Lalu, bagaimana halnya dengan pengawasan operasionalisasi SPBU yang berada di kota-kota kecil, perdesaan dan pelosok Indonesia (remote area)?

Secara umum, sejak didirikan dan berganti nama menjadi Pertamina pada 10 Desember 1957, jumlah SPBU milik BUMN ini pada tahun 2023 mencapai 14.000 unit, terdiri dari 7868 SPBU dan 6152 pertashop serta 389 SPBU Hijau (Green Energy Station). Selain Pertamina, terdapat juga SPBU milik korporasi swasta nasional dan asing, seperti AKR-BP (bermitra dengan British Petroleum) berjumlah 46 unit, tersebar di Jabodetabek dan Provinsi Jawa Timur. Sementara Shell memiliki jaringan SPBU sampai dengan April 2023 sejumlah 209 unit dan Vivo (swasta nasional) berjumlah 18 unit berada disekitar wilayah Provinsi DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat. Sementara itu, sebaran SPBU terbesar memang berada di Pulau Jawa, yaitu urutan pertama di Provinsi Jawa Barat, yang kedua Jawa Timur, dan ketiga Jawa Tengah serta di Pulau Sumatera yang terbanyak SPBU-nya di Provinsi Sumatera Utara.

Inspeksi Mendag ini patut diapresiasi dalam rangka menjaga kesucian bulan Ramadhan dan memberikan keamanan, ketenangan dan kenyamanan ummat Islam sebagai konsumen dalam beribadah jual-beli komoditas hingga Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1445 H. Tentu tidaklah beradab dan melanggar norma Agama amat berat jika tindakan penyimpangan dan kecurangan jumlah liter pengisian BBM terjadi di berbagai SPBU. Namun demikian, sebaiknya kegiatan inspeksi Mendag ini jangan hanya dilakukan secara sporadis apalagi hanya memanfaatkan momentum tertentu dan hanya komoditas BBM yang terkesan politis. Pada akhirnya, inspeksi Mendag ini tidak menyelesaikan akar permasalahan tindakan penyimpangan dan kecurangan pemilik dan atau pengelola SPBU secara permanen. Mendag Zulkifli Hasan juga perlu memeriksa apakah aparaturnya telah menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan baik dan benar selama ini terkait aturan metereologi legal?

Penegakkan aturan pengawasan metereologi legal ini tidak hanya diberlakukan pada SPBU saja, tetapi juga harus dilakukan secara konsisten dalam transaksi jual beli komoditas lainnya. Hal ini telah terdapat secara normatif dalam UU Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metereologi Legal (UU 2/1981) dan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999) beserta turunannya dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 72 Tahun 2020 (Permendag 72/2020). Terdapat sangsi pidana pada pelaku tindakan melawan hukum atas UU 2/1981 pada pasal 61,62 dan 63 yang harus ditegakkan secara tegas agar tak merugikan hak konsumen dan citra BUMN Pertamina. Meskipun efektifitas kedua UU tersebut perlu dipertanyakan disebabkan ringannya sangsi dengan begitu terbukanya ruang toleransi dan transaksi para pihak.

Oleh karena itu, revisi atas UU tentang metereologi dan perlindungan konsumen juga menjadi sebuah keharusan dengan klausul tentang sangsi yang memberikan efek jera! Secara paralel, maka pengawasan rutin atas operasional SPBU wajib dilakukan untuk menjaga citra BUMN Pertamina dimata masyarakat umumnya dan konsumen pada khususnya yang terkena dampak penipuan metereologi legal ini. Disamping itu, inspeksi dan pengawasan metereologi tidak hanya terbatas pada SPBU milik BUMN Pertamina atau mitranya saja dan mengabaikan SPBU milik korporasi swasta nasional dan asing. Hal ini jelas sikap dan tindakan tidak adil dan diskriminatif, seolah Mendag Zulkifli Hasan memberikan pesan bahwa SPBU milik korporasi swasta nasional dan asing tidak bermasalah soal metereologi legal.