Analisis Dugaan Kecurangan dalam Hasil Perhitungan Suara Pemilu 2024 (Usulan Metode Minimalisir Input Ilegal)

Oleh: Agusto Sulistio – Pegiat Sosmed

Kesemrawutan dalam hasil hitung yang ditampilkan melalui aplikasi Sirekap telah menimbulkan kecurigaan akan adanya kecurangan yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif oleh KPU. Pandangan miring dari para elit tim sukses kedua pasangan calon presiden, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud, semakin menambah kompleksitas situasi politik.

Dalam menanggapi dugaan kecurangan tersebut, pertanyaan muncul mengenai bagaimana KPU akan menyikapinya dan dasar apa yang akan digunakan untuk memutuskan pemenang Pilpres 2024. Aplikasi Sirekap, yang menjadi pusat perdebatan, telah dikritik oleh sejumlah pakar IT karena kesalahan yang terjadi dalam hasil perhitungan yang berubah-ubah.

KPU mengakui adanya kesalahan pada aplikasi Sirekap dan menyatakan bahwa hanya KPU yang dapat melakukan koreksi terhadap data yang salah terbaca. Petugas KPPS tidak memiliki kewenangan untuk melakukan koreksi terhadap hasil perolehan suara Pilpres yang terbaca salah dalam Sirekap. Koreksi tersebut dapat dilakukan oleh KPU kabupaten/kota melalui mekanisme Sirekap web saat tahapan penghitungan di tingkat tersebut.

Dalam hal penggunaan teknologi, KPU menggunakan teknologi Optical Mark Recognition (OMR) untuk Pilpres, sementara untuk Pileg, KPU menggunakan teknologi Optical Character Recognition (OCR). Dengan teknologi OCR, KPPS dapat langsung mengoreksi jika Sirekap salah membaca data.

Tanggapan Pakar IT

Menanggapi kesalahan perhitungan pada sistem aplikasi Sirekap, Pakar IT, Dr. Leony (Alumnus ITB angkatan 1987) menyoroti fitur edit/koreksi yang dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang (Kecamatan dst), seharusnya yang dapat lakukan koreksi adalah pihak yang berkaitan langsung dengan TPS. Dengan fitur editing ada dilevel jenjang atas (atas TPS) memungkinkan terjadinya input data ilegal yang menyebabkan hasil hitung suara tidak faktual.

Penulis yang kesehariannya berkecimpung di dunia IT menambahkan pandangan Dr. Leony, bahwa sesungguhnya niat/upaya kecurangan dapat dilakukan disetiap level, baik diproses awal input data, prosesing data dan output hasil data. Kesemuanya dapat dirancang pada program/sistem aplikasi. Oleh karenanya pengalaman penulis guna memastikan data itu valid dan sesuai fakta, maka saat memasukan/input data di level TPS, program aplikasi selain memasukkan foto asli C1 melalui tekhnologi OCR dan OMR, juga diperkuat oleh validasi – konfirmasi Ketua TPS dan semua saksi-saksi Parpol yang menyaksikan/tanda tangan pada Barita Acara Rekapitulasi hasil suara TPS. Kesemua pihak tersebut wajib memasukkan kode tertentu sebagai bentuk setuju atas data input hasil suara C1 telah sesuai dengan faktanya. Tanpa konfirmasi pihak-pihak tersebut sistem laporan hasil TPS tidak dapat diproses sampai dengan memenuhi syarat. Metode ini akan dapat menghindari terjadinya kecurangan dan kecurigaan, oleh karenanya kedepan KPU dapat menerapkan cara ini.

KPU Tidak Mengacu Pada Sirekap

Koordinator Divisi Data dan Informasi KPU RI, Betty Epsilon Idroos, menegaskan bahwa perhitungan suara tetap mengacu pada rekapitulasi manual berjenjang dari TPS hingga KPU Pusat. Meskipun aplikasi Sirekap digunakan sebagai alat bantu, data yang dianggap utama adalah rekapitulasi dari formulir C1 plano dari masing-masing TPS.

Hal ini membuat proses perhitungan suara lebih transparan dan terdokumentasi. Foto asli C1 plano dari masing-masing TPS menjadi bukti pembanding yang sangat penting. Jika jumlah suara dari TPS tidak sesuai dengan foto asli C1, akan dengan mudah terdeteksi dan dapat dilakukan perubahan sesuai fakta.

Meskipun gangguan sinyal dapat terjadi saat pengiriman foto asli C1, KPU memastikan bahwa rekapitulasi hasil perolehan suara tetap berjalan. Dengan adanya prosedur yang ketat ini, diharapkan integritas pemilu dapat dipertahankan dan kecurangan dapat dicegah.

Mengenal Lebih Dekat OCR dan OMR

Berikut adalah ringkasan kelebihan dan kelemahan dari OCR (Optical Character Recognition) dan OMR (Optical Mark Recognition):

Kelebihan OCR:
1. Mengubah teks menjadi data digital untuk analisis lebih lanjut.
2. Tingkat akurasi yang tinggi dalam mengenali teks.
3. Fleksibilitas dalam penggunaan pada berbagai jenis dokumen.

Kelemahan OCR:
1. Performa dipengaruhi oleh kualitas gambar atau dokumen.
2. Tidak efektif dalam mengenali tulisan tangan atau font yang tidak standar.

Kelebihan OMR:
1. Mendeteksi dan menginterpretasikan marka pada formulir dengan cepat.
2. Tingkat kesalahan yang rendah dalam mendeteksi marka pada formulir.

Kelemahan OMR:
1. Terbatas pada pengenalan marka tertentu yang telah diprogram.
2. Rentan terhadap kesalahan manusia seperti marka yang tidak terisi dengan benar.

Dalam pemilihan umum, kombinasi penggunaan OCR dan OMR dapat membantu memastikan akurasi perhitungan suara dengan memanfaatkan kelebihan dari masing-masing teknologi.

Kalibata, Jakarta Pusat, Rabu 20 Maret 2024, 09.09 Wib.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News