Oleh : Supardi Kendi Budiardjo, Ketua FKMTI (Forum Korban Mafia Tanah Indonesia)
Meski di penjara (Rutan Salemba), Alhamdulillah kunjungan keluarga dan PH memberikan sejumlah update perkembangan di luar. Juga info dari sejumlah warga binaan di Rutan. Sehingga, saya mendapatkan kabar penting, khususnya yang berkaitan dengan kasus yang saya hadapi.
Saat mendengar kabar bebasnya Haris Azhar, saya langsung paham. Bahwa kekuatan Aguan (Bos Agung Sedayu) masih melampaui pengaruh Luhut Binsar Panjaitan. Sementara Luhut, nampaknya melemah seiring menurunnya kesehatannya.
Mengapa demikian? Simpulan yang saya buat bukan berdasarkan asumsi. Melainkan melalui beberapa kajian penalaran terhadap sejumlah kronologi dan fakta-fakta kriminalisasi yang saya alami, saat menghadapi Agung Sedayu.
Begini ceritanya. Saat saya berhadapan dengan PT Sedayu Sejahtera Abadi (PT SSA), anak usaha Agung Sedayu Group ini menunjuk Saudara Haris Azhar sebagai kuasa hukumnya. Haris, menjadi kuasa hukum yang bertindak untuk dan atas nama PT SSA, yang telah merampas tanah saya seluas 1 ha dan dijadikan proyek property perumahan Golf Lake Residence, di Cengkareng, Jakarta Barat.
Dari fakta tersebut, patut diduga ada hubungan timbal balik. Haris Azhar membantu Aguan menghadapi saya dengan menjadi pengacara PT SSA. Saat Haris Azhar dilaporkan oleh Luhut Panjaitan, tentulah secara moral Aguan akan gantian membantu Haris Azhar.
Sementara Luhut, tentulah sangat dipermalukan dalam kasus ini karena ini terkait dengan wibawa dan kehormatan Luhut. Bahkan, Luhut sendiri yang turun membuat laporan, hingga diperiksa sebagai saksi di Pengadilan. Logisnya, tentu Luhut ingin Haris divonis bersalah dan masuk penjara, meskipun hanya beberapa bulan.
Faktanya, Haris Azhar bebas. Laporan Luhut soal pencemaran dirinya dalam video ‘Lord Luhut’ tak dianggap. Hakim, tidak menganggap Luhut dicemarkan oleh Haris Azhar.
Kalau pertimbangan hukum, saya tidak terlalu peduli. Putusan bisa dibuat dengan pertimbangan apapun. Kalau mau bebas, hakim bisa adopsi materi pledoi pengacara. Kalau mau dihukum, hakim tinggal adopsi materi tuntutan Jaksa. Mau membebaskan atau memenjara, hakim akan selalu ada alasan.
Namun, secara politik yang perlu dikaji. Bagaimana mungkin, seorang mantan Jenderal TNI, bahkan pejabat aktif Menko Maritim dan Investasi bisa kalah dengan Haris Azhar? Bukankah ini sesuatu yang bisa dianggap mustahil?
Tapi, begitu menilik relasi Haris Azhar dan Aguan di kasus saya, maka putusan itu mudah untuk dipahami secara politik. Satu kesimpulan dapat kita tarik, bahwa pengaruh Luhut Binsar Panjaitan berada jauh di bawah Aguan.
Saya sendiri telah mengalami bagaimana Aguan bisa mengendalikan oknum petinggi penegak hukum, dari polisi, jaksa sampai hakim di tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi. Laporan saya atas penyerobotan tanah yang dilakukan Agung Sedayu tidak diproses, sebaliknya malah saya yang dipenjara dengan dalih memasukan keterangan palsu dalam akta otentik (Pasal 266 ayat 2 KUHP).
Padahal, hakim tidak pernah memeriksa Abdul Hamid Subrata dan Edy Suwito selaku pemilik girik awal dan Notaris Uyun Yudibrata selaku pejabat yang membuatkan akta PPJB. Saya dipaksa divonisi 2 tahun, istri saya juga divonis 2 tahun penjara.
Miris, sedih. Bukan karena saya menjadi korban kriminalisasi. Tapi melihat negaraku, polisi negaraku, jaksa negaraku, hakim negaraku, diperalat oleh gembong mafia tanah. Aparat penegak hukum dijadikan alat oleh gembong mafia tanah, untuk meraup untung besar dengan dalih menjadi pengembang.
Saya tidak tahu, apakah Luhut Panjaitan akan melawan putusan bebasnya Haris, sebab wewenangnya ada pada Jaksa. Namun, saya hanya ingin tegaskan, yang dilawan bukan hanya Haris. Tetapi ada Aguan, yang saya ragu apakah Luhut Panjaitan mampu menang melawan Aguan? Kita lihat saja nanti.
Sementara di kasus saya, saya masih berkeyanikan untuk hakim agung yang ada di MA, masih kuat dan berani melawan pengaruh gembong mafia tanah. Saya berkeyanikan, masih banyak hakim MA yang berani berdiri tegak, memutus perkara dengan dasar kebenaran dan keadilan, dan mampu melawan segala bentuk intervensi yang menarget saya agar tetap dipenjara. Semoga, hakim kasasi membebaskan saya dan istri saya, Amien.