Oleh : Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)
Setelah untuk kedua kalinya Prabowo “kalah” dalam debat capres Ahad kemarin, kubu Paslon 02 mulai main tuduh, ancam, dan mengungkapkan kata-kata kotor dan kasar kepada Anies.
Etika yang seharusnya menjadi panduan dan pengawal dalam setiap tindakan, terutama dalam membuat keputusan dan kebijakan, malah dijadikan bahan olok-olok dan bahan untuk menyerang balik bahkan dengan memainkan playing victim.
Kubu Prabowo terus mengungkit “pengkhianatan” Anies meninggalkan Prabowo untuk maju nyapres yang justru harus berhadap-hadapan di Pilpres 2024. Merasa telah banyak berjasa mensukseskan Anies menjadi Gubernur DKI di tahun 2017 menjadikan Prabowo terus menuntut Anies untuk “tidak melangkahi” Prabowo di setiap pilpres, karena Anies telah berjanji tidak akan nyapres jika Prabowo nyapres. Padahal yang dianggap pengkhianat justru Prabowo yang dengan begitu saja meninggalkan semua pendukungnya demi mengejar jabatan Menhan. Padahal banyak dari pendukungnya yang telah kehilangan harta, dipenjara, disiksa, sampai kehilangan nyawa.
Keputusan Anies untuk maju nyapres di Pilpres 2024 dianggap telah melanggar etika.
Sebenarnya masalah ini telah diklarifikasi berulang kali dan diunggah melalui berbagai media.
Intinya adalah :
Pertama, janji Anies untuk tidak nyapres berkaitan dengan Pilpres 2019 jika Prabowo nyapres. Dan hal itu telah ditunaikan, sekalipun waktu itu Anies banyak meminta nyapres atau nyawapres.
Kedua, Bantuan Prabowo kepada Anies bukan bantuan kepada pribadi, tapi sebagai Gubernur. Dan semua janji-jani Anies telah ditunaikan. Sehingga ketika Anies sudah purna bakti dan menjadi rakyat biasa, keterkaitan Anies dengan Prabowo dan Gerindra sudah tidak ada
Ketiga, Yang memperjuangkan Anies jadi Gubernur itu bukan Gerindra saja tapi juga PKS, dan PKS tanpa menuntut apa pun dari Anies.
Keempat, Klaim bahwa Anies yang “ngemis” jabatan ke Prabowo dengan datang ke kediamannya adalah tidak benar, karena jabatan Gubernur karena permintaan dari Prabowo (Gerindra) dan kedatangan Anies ke kediaman karena “diundang”.
Kelima, Anies adalah orang yang selalu menjaga etika dan janji dengan dibuktikan menyelesaikan masa jabatan gubernur selama 5 tahun, berbeda dengan Gubernur sebelumnya (Jokowi) dan Sandiaga Uno yang tidak komit dengan janjinya. Demikian juga Prabowo yang dianggap telah berkhianat kepada para pendukungnya dengan bergabung dengan “musuh” politiknya.
Playing victim dari kubu 02 bukan saja datang dari Prabowo, tapi juga datang dari Jubirnya, Partai Gerindra, dan pendukungnya.
Ketika di debat capres Prabowo justru yang menyerang Anies secara personal dengan menyebut profesor tapi dengan nada meledek, demikian juga ketika Anies mengungkit masalah etika dibilang “Anda tidak berhak bicara etika”. Dan ucapan “menyesatkan” yang ditujukan kepada Anies.
Tidak puas dengan bantahan di debat, Prabowo meluapkan emosinya di hadapan pendukungnya dengan melontarkan kata-kata (sambil meledek): ndasmu etik dan goblok yang tentunya ditujukan kepada Anies.
Jubir Prabowo, Dahnil Anzar juga menuduh Anies dengan kata-kata “bengis dan jahat” atas serangan pertanyaan/pernyataan Anies.
Dari partai Gerindra, Habiburrahman juga main ancam kepada host TV akan melaporkan ke Dewan Pers.
Demikian juga pendukung paslon 02 melaporkan Anies ke Bawaslu atas “fitnahannya” tentang penguasaan lahan 340.000 hektar yang disebut Anies dalam debat capres. Padahal angka itu sudah pernah disampaikan Jokowi dalam debat capres 2019 dan dibenarkan Prabowo.
Anies sendiri mengungkapkan kepemilikan tanah (HGU) itu dalam konteks telah terjadinya ketimpangan di dalam kesejahteraan para prajurit TNI. Di satu sisi Menhannya mampu menguasai lahan seluas 340 ribu hektar (bahkan konon kekayaannya mencapai 2 triliun), tapi kesejahteraan para anggota TNI terabaikan. Ini sebuah ironi.
Seluruh pernyataan dan Anies dalam debat capres kemarin hanya menyerang kebijakan dan hal-hal yang harus dibuka secara transparan ke publik, tidak ada yang menyerang secara personal, tetapi memang pertanyaan itu sangat tajam dan lugas. Merasa terdesak dengan pertanyaan itu dan Prabowo tidak mampu menjawab dengan tepat dalam waktu singkat, akhirnya malah balik menyerang secara personal bahkan menuduh Anies menyesatkan.
Walhasil, sebenarnya di balik ketidakmampuan Prabowo menjawab pertanyaan baik dari Anies maupun Ganjar karena beberapa sebab ;
Pertama, Prabowo walaupun inkumben tapi justru tidak begitu menguasai materi debat, banyak jawaban yang tidak nyambung, apalagi kalau didesak masalah data tidak bisa menjawab sama sekali.
Kedua, Karakter asli Prabowo yang emosional muncul kembali, walaupun sudah dicoba dipoles dengan penampilan joged-joged gemoy
Ketiga, Prabowo sulit membedakan antara persoalan negara dengan persoalan pribadi, dianya yang menyerang personal kepada Anies, tapi justru Prabowo yang merasa diserang, padahal Anies hanya menyoal masalah kebijakan, etika, dan kejujuran
Keempat, Prabowo sebagai mantan Jenderal masih merasa sebagai “bos” atau “atasan” Anies sehingga sikapnya terhadap Anies seperti “merendahkan”.
Kelima, Rasa dendam atau kekecewaan mendalam kepada Anies yang tetap nyapres sepertinya masih membekas dan belum hilang dari ingatan sehingga masih belum mau bersalaman.
Keenam, Yang hubungannya dengan transparansi anggaran dan penunjukan PT TMI yang dipertanyakan oleh Anies (konon PT baru yang diisi oleh kroni-kroninya) Prabowo tidak transparan dan banyak yang ditutup-tutupi
Ketujuh, Demi membela kebijakan dan kemauan Jokowi, Prabowo terus membenarkan langkah Jokowi walaupun di mata rakyat banyak kebijakan Jokowi yang tidak tepat bahkan melanggar
Kedelapan, Prabowo terus menutup-nutupi korupsi di Kemenhan yang sampai saat ini belum tersentuh hukum, termasuk dalam soal pengadaan alutsista bekas
Kesembilan, Jawaban Prabowo soal food estste tidak jelas dan tidak tuntas
Kesepuluh, Demi membela Jokowi dan dinastinya Prabowo mulai mengabaikan etika dan norma-norma hukum, menutup mata terhadap berbagai pelanggaran yang dilakukan Jokowi.
Rakyat sudah semakin cerdas, tidak akan mudah dibodohi oleh gimmik-gimmik dan sesuatu yang tidak orisinil. Watak asli Prabowo sudah diketahui publik sehingga elektabilitas Prabowo terus anjlog.
Jika kelemahan Prabowo ditambah dengan kepalsuan Gibran sebagai cawapres selundupan (ada yang menyebut anak haram konstitusi), masih adakah rakyat tang tertipu dengan permainannya ?
Bandung, 28 J. Akhir 1445