Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
Di segmen dua dan tiga, setiap cawapres mendapat pertanyaan yang sudah disiapkan oleh panelis, dan dibacakan moderator. Cawapres diberi waktu dua menit untuk menjawab. Kemudian dua cawapres lainnya memberi tanggapan, masing-masing satu menit, yang kemudian harus ditanggapi lagi oleh cawapres yang mendapat pertanyaan awal.
Pertanyaan pertama kepada Mahfud tentang Ekonomi Kerakyatan dan Digital: *Digitalisasi membuka akses pasar lebih luas tetapi berpotensi merugikan usaha mitra dan konsumen karena rawan penyalahgunaan data digital. Bagaimana kebijakan untuk mengatasi hal tersebut.*
Jawaban Mahfud cukup baik. Indonesia mempunyai dua UU terkait data digital, PDP (Pengendalian Data Pribadi) dan ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), tetapi belum digunakan sebagaimana mestinya. Mahfud juga memberi contoh, kasus pinjol (pinjaman online) yang meresahkan dan tidak tersentuh hukum akhirnya bisa ditangkap berkat kegigihannya dalam menegakkan hukum.
Artinya, penyalahgunaan dan kebocoran data digital harusnya dapat ditangani dengan baik kalau penegakan UU PDP dan UU ITE dijalankan sebagaimana mestinya. Untuk itu, Mahfud layak mendapat kredit.
Cak Imin pada prinsipnya setuju dengan Mahfud. Selain itu, Cak Imin menambahkan perlunya kebijakan digital untuk kepentingan UMKM, antara lain meningkatkan literasi digital.
Sedangkan Gibran menyoroti pentingnya cyber security untuk mengatasi masalah pencurian data. Secara normatif terdengar sangat bagus. Tetapi, permasalahan yang dihadapi Indonesia saat ini adalah “penyalahgunaan data digital”. Artinya, data tersebut sengaja dibocorkan dan “dijual” oleh orang dalam kepada pihak ketiga. Bukan dicuri orang luar atau hackers. Dalam hal ini, Mahfud lebih cermat dalam mengidentifikasi masalah dan memberi solusi.
Penyalahgunaan data konsumen juga terjadi di tingkat global. Facebook didenda 5 miliar dolar AS terkait skandal Cambridge Analytica pada pertengahan 2019 karena melanggar UU perlindungan data konsumen. Facebook (Meta) juga didenda 1,2 miliar euro pada pertengahan 2023 oleh Uni Eropa karena melanggar peraturan perlindungan data pengguna. Kasus ini merupakan contoh penegakan hukum terhadap peraturan yang sudah ada, di mana cyber security dalam kasus ini bukan solusi sama sekali.
Gibran juga menambahkan, cyber security bisa memecahkan masalah price dumping dan barang-barang cross border yang bisa “membunuh” UMKM. Tentu saja, pernyataan ini sangat spekulatif dan tidak nyambung. Price dumping dan barang impor merupakan masalah perdagangan. Tidak ada hubungannya dengan cyber security!?
Pertanyaan kedua ditujukan kepada Cak Imin tentang investasi: Kontribusi usaha menengah terhadap ekonomi sebesar 13 persen. Sedangkan Thailand mencapai 18 persen dan Singapura 22 persen. Pertanyaannya, bagaimana meningkatkan investasi untuk usaha menengah, dan mendorong usaha kecil naik kelas.
Cak Imin menjawab sangat baik, menyoroti permasalahan investasi ke inti permasalahan, yaitu membangun kepercayaan investor dengan memberi kepastian hukum. Cak Imin menambahkan investasi harus diperluas ke sektor-sektor lainnya khususnya sektor padat karya, artinya usaha menengah dan kecil, jangan hanya menumpuk di sektor padat modal saja, yaitu perusahaan besar.
Cak Imin juga menggarisbawahi pentingnya peran pemerintah dalam meningkatkan kualitas produk UMKM agar bisa naik kelas.
Gibran kemudian menanggapi, perlunya menurunkan ICOR untuk bisa meningkatkan investasi. ICOR diharapkan turun ke angka 4 sampai 5 persen. Tanggapan Gibran ini sangat salah kaprah. Pertama, metrik ICOR bukan dalam persentase. Tetapi dalam rasio. Kedua, tidak ada hubungan antara ICOR dengan investasi. ICOR turun, bukan berarti investasi naik!
Gibran sepertinya terjebak dalam permasalahan yang tidak dia kuasai. Gibran sepertinya mau memberi kesan bahwa dia mempunyai pengetahuan luas dalam bidang ekonomi, dengan menggunakan istilah tinggi, yang kebanyakan penonton debat juga tidak paham dan hanya bisa mengangguk dan terdiam saja. Untuk pencitraan?
Menurunkan ICOR untuk meningkatkan investasi merupakan kesalahan teori yang fatal. ICOR (Incremental Capital-Output Ratio) adalah rasio tambahan kapital (atau investasi) yang diperlukan untuk meningkatkan setiap satu rupiah ekonomi. ICOR 4 artinya, diperlukan tambahan kapital (investasi) Rp400 triliun untuk meningkatkan ekonomi sebesar Rp100 triliun. Sedangkan ICOR 5 artinya, diperlukan tambahan kapital Rp500 triliun untuk meningkatkan ekonomi sebesar Rp100 triliun.
Dengan kata lain, ICOR menggambarkan tingkat efisiensi faktor produksi ekonomi. Semakin rendah ICOR, semakin efisien faktor produksi ekonomi. Misalnya, sebuah negara mempunyai ICOR 4. Kalau tahun ini investasi yang masuk mencapai Rp100 triliun, maka ekonomi bertumbuh Rp25 triliun. Bisa saja investasi tahun depan turun menjadi Rp80 triliun, dan ekonomi hanya bertumbuh Rp20 triliun.
Oleh karena itu, pendapat Gibran terkait investasi dan ICOR sangat janggal dan menyesatkan. Lagi pula, bagaimana Gibran dapat menurunkan ICOR? Apakah Jokowi selama ini menaikkan ICOR?
Selain itu, Gibran menggarisbawahi pentingnya akses logistik yang terkoneksi untuk menurunkan biaya distribusi. Gibran sepertinya kurang paham apa yang dimaksud dengan efisiensi ekonomi dan investasi. Infrastruktur dan akses logistik tentu saja sangat penting bagi ekonomi. Tetapi bukan merupakan faktor penentu investasi.
Banyak negara maju mempunyai konektivitas dan infrastruktur logistik sangat baik (dan ICOR rendah), tetapi investasi yang masuk relatif rendah, sehingga pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju juga rendah, sekitar 2 sampai 4 persen saja.
Di lain sisi, banyak perusahaan di negara maju tersebut mencari peluang investasi di negara berkembang, atau emerging market, antara lain Indonesia, meskipun negara berkembang mempunyai infrastruktur logistik lebih buruk dan ICOR lebih rendah dari negara maju.
Tanggapan Mahfud, Mahfud menyoroti fakta lapangan permasalahan birokrasi yang bisa menghambat investasi. Mahfud menanyakan kepada Cak Imin, instrumen hukum apa yang bisa mengatasi hambatan investasi tersebut.