Apakah Zulhas Harus Di-Ahok-kan Dulu Agar Meminta Maaf dan Bertaubat?

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H. (Advokat, Aktivis Islam)

Jum’at kemarin (22/12), ketika penulis mendampingi Wartawan Edy Mulyadi melapor ke Bareskrim, Penulis telah menyiapkan bukti flasdisch untuk menyimpan file video Zulkifli Hasan (Zulhas) yang menjadikan sholat sebagai bahan candaan politik, screenshot beberapa berita kegiatan Zulhas saat Rakernas Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia di Semarang, juga dokumen Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VII, Majelis Ulama Indonesia Tahun 2021.

Namun, semua bukti tersebut menjadi tidak bernilai karena tidak dilayani Bareskrim Polri. Sebelumnya, Advokat Irvan Ardiansyah dari API Jakarta laporannya juga ditolak. Padahal, dia juga telah menyiapkan transkrip videonya.

Dalam Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VII, Majelis Ulama Indonesia Tahun 2021, telah dibahas melalui Komisi A tentang Dlawabit dan Kriteria Penodaan Agama. Didalamnya tegas, di antara kriteria penodaan agama adalah merendahkan ibadah mahdah sholat.

Memang ada sejumlah kriteria lainnya, diurutan pertama adalah merendahkan Allah SWT, kemudian Rasulullah Muhammad SAW, dan Al Qur’an. Barulah, masuk kriteria dengan merendahkan ibadah mahdah seperti sholat, puasa, zakat dan haji.

Artinya, dalih penyidik Polri yang mementahkan laporan Advokat Persaudaraan Islam dengan menyatakan kasus Zulhas masih abu-abu itu tak berdasar. Karena fatwa Ijtima’ Ulama telah menegaskan merendahkan ibadah mahdah sholat termasuk kriterianya.

Adapun, pandangan yang menyatakan Zulhas bukan menodai agama, hanya bercanda, sebenarnya malah mengkonfirmasi telah memenuhi kriteria menodai agama, karena sholat dijadikan materi candaan termasuk dan terkategori merendahkan.

Larangan menjadikan agama (termasuk sholat didalamnya) sebagai bahan candaan, lucu lucuan, lawakan dan olok-olok sudah ditegaskan dalam Al Qur’an. Allah SWT berfirman:

ﻭَﻟَﺌِﻦ ﺳَﺄَﻟْﺘَﻬُﻢْ ﻟَﻴَﻘُﻮﻟُﻦَّ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻛُﻨَّﺎ ﻧَﺨُﻮﺽُ ﻭَﻧَﻠْﻌَﺐُ ۚ ﻗُﻞْ ﺃَﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺁﻳَﺎﺗِﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟِﻪِ ﻛُﻨﺘُﻢْ ﺗَﺴْﺘَﻬْﺰِﺋُﻮﻥَ ﻟَﺎ ﺗَﻌْﺘَﺬِﺭُﻭﺍ ﻗَﺪْ ﻛَﻔَﺮْﺗُﻢ ﺑَﻌْﺪَ ﺇِﻳﻤَﺎﻧِﻜُﻢْ

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab:“Sesungguhnya kami hanya BERSENDA GURAU dan BERMAIN-MAIN saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu BEROLOK-OLOK?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman…”
(At Taubah : 65-66)

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa hukumnya sangat berat yaitu bisa keluar dari agama Islam. Beliau berkata,

‏ فإن الاستهزاء باللّه وآياته ورسوله كفر مخرج عن الدين لأن أصل الدين مبني على تعظيم اللّه، وتعظيم دينه ورسله

“Mengolok-olok dalam agama, ayat Al-Quran dan Rasul-Nya termasuk kekafiran yang bisa mengeluarkam dari Islam, karena agama ini dibangun di atas pengagungan kepada Allah, agama dan Rasul-Nya.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻭَﻳْﻞٌ ﻟِﻠَّﺬِﻯ ﻳُﺤَﺪِّﺙُ ﻓَﻴَﻜْﺬِﺏُ ﻟِﻴُﻀْﺤِﻚَ ﺑِﻪِ ﺍﻟْﻘَﻮْﻡَ ﻭَﻳْﻞٌ ﻟَﻪُ ﻭَﻳْﻞٌ ﻟَﻪُ

“Celakalah bagi orang yang berbicara lalu berdusta hanya karena ingin membuat suatu kaum tertawa. Celakalah dia, celakalah dia .” (HR. Abu Daud no. 4990 dan Tirmidzi no. 3315)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa dusta tidak diperbolehkan baik dalam hal serius maupun bercanda, Beliau menukilkan perkataan Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu,

ﺇﻥ ﺍﻟﻜﺬﺏ ﻻ ﻳﺼﻠﺢ ﻓﻲ ﺟﺪ ﻭﻻ ﻫﺰﻝ

“Sesungguhnya berdusta tidak boleh baik dalam keadaan serius maupun bercanda” (Majmu’ Fatawa 32/255-256)

Pernyataan Zulhas soal Surah Al Fatihah dalam sholat tanpa Amien dan bacaan tahiyat akhir menggunakan dua jari karena cintanya pada Prabowo, selain memenuhi unsur penodaan agama sebagaimana diatur dalam Pasal 156a KUHP juga berpotensi melanggar pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) UU No 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana karena menyebarkan kabar bohong yang diancam pidana 10 tahun penjara.

Coba, apa tidak bohong klaim Zulhas soal sholat dengan model demikian? Kalau itu menceritakan realitas yang ada di masyarakat seperti klaim Edy Suparno, dimana hal itu terjadi ? Kapan terjadi? Di Masjid atau mushola apa? Maka, jelas suatu kebohongan jika candaan Zulhas tentang sholat itu disebut menceritakan realitas atau fenomena yang ada di masyarakat yang dialami Zulhas.

Mengklaim itu hanya candaan, maka Zulhas memenuhi unsur penodaan agama sebagaimana diatur dalam Pasal 156a KUHP. Berdalih itu cerita atau fenomena di masyarakat, Zulhas memenuhi unsur mengedarkan kabar bohong sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 1/1946.

Sayangnya, hal yang terang benderang seperti ini oleh penyidik Bareskrim dianggap abu-abu. Padahal jelas, merendahkan ibadah sholat terkategori menodai agama, berdasarkan hasil Ijtima’ Komisi Fatwa MUI. Lalu, dimana letak abu-abunya?

Lalu muncul kesimpulan, apakah Zulhas harus di Ahok-kan dulu, agar kasusnya berproses?

Pada kasus Ahok, Ahok masih lebih ksatria karena sempat membuat video permintaan maaf. Tapi ZULHAS, sampai tulisan ini dibuat, tidak pernah menyatakan permintaan maaf.

Terlepas Zulhas berdalih tidak ada niat, bukan berarti kasusnya tidak bisa diproses. Karena kejahatan itu bisa terjadi karena ada niat (sengaja/dollus), bisa juga karena lalai (alpa/culpa). Orang yang alpa kemudian melakukan kejahatan, tetap harus bertanggungjawab secara pidana.

Contohnya kecelakaan yang menyebabkan kematian. Kalau ditanya, pasti umumnya pelaku menyatakan tidak ada niat, murni karena alpa, tidak mungkin ada niat menabrak sampai mati, tapi kasusnya tetap diproses hukum dengan Pasal 359 KUHP.

MasyaAllah, kenapa sulit orang untuk mengakui kesalahan, meminta maaf dan bertaubat ? Padahal, dunia adalah tempat untuk meminta maaf dan melakukan pertaubatan. Padahal, manusia tempatnya memang salah dan lupa. Tapi manusia, tidak pernah dipaksa untuk sombong, dengan enggan meminta maaf dan tetap mengakui diri benar, sampai-sampai melupakan visi untuk taubat di dunia, demi keselamatan kelak di Akhirat. [].