Kembali ke UUD 45 dan Makzulkan Jokowi, Ketua MPR tak Siap Memimpin SI?

Oleh Memet Hakim, Pengamat Sosial & Wanhat APIB & APP TNI

Pada tahun 2019, wacana mengenai kembalinya ke Undang-Undang Dasar 1945 atau UUD ’45 yang asli mengemuka, serta menuai pro dan kontra. Sejumlah tokoh termasuk para purnawirawan dan nasionalis menginginkan kembali UUD 1945 ke naskah aslinya yang sesuai dengan amanat proklamasi. Dengan kembali ke UUD ’45 ke masa dulu, kata dia, maka fungsi MPR akan kembali juga menjadi Lembaga Tertinggi.

FKP2B di Bandung juga pernah membahas wacana ini secara khusus, Tanggal 07.11.2023 ada 450 tokoh nasional telah mendeklarasikan “Gerakan Kembali ke UUD 1945 Asli” di Gedung Joang ‘45, Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (7/11). Isinya sbb : Bahwa amandemen UUD 1945 pada tahun 2002 (sehingga layak disebut UUD 2002) telah menghilangkan hal-hal esensial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti adanya lembaga tertinggi negara pemegang/penyelenggara kedaulatan rakyat, dan penentu arah tujuan bernegara.

Amandemen tersebut telah membawa dampak terjadinya penyimpangan serius dalam sistem penyelenggaraan negara dan kepemimpinan nasional yang ditandai dengan hilangnya otoritas yang menjaga kedaulatan rakyat, runtuhnya tatanan berbasis hukum dan pengerusakan terhadap lingkungan hidup. Bahwa amandemen UUD 1945 berakibat pada peminggiran rakyat khususnya pribumi dari partisipasi bermakna dalam pembangunan nasional, dan terjadi pelumpuhan serta pembinasaan hak-hak demokrasi rakyat yang berlandaskan asas musyawarah, dan demokrasi hikmat kebijaksanaan serta berkembangnya kehidupan kebangsaan yang liberal, dan kapitalistik yang menciptakan kesenjangan dan ketidakadilan. Amandemen itu telah menghempaskan kehidupan rakyat dalam kemiskinan dan keterbelakangan dalam mutu kehidupan berkebangsaan yang sangat berpotensi menghantarkan pada ancaman serius terjadinya benturan sosial dan disintegrasi negara bangsa.

Oleh karena itu, dengan ini kami mendesak penyelenggara negara dan mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk kembali ke UUD 1945 Asli (hasil permufakatan para pendiri Bangsa Indonesia) sebagaimana cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 untuk kemudian disempurnakan dengan adendum.

Baca juga:  Gagal Kepemimpinan Jokowi

Setelah itu bersamaan dengan Hari Pahlawan (10.11.2023), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di gedung Nusantara IV, DPR, MPR RI, menyelenggarakan wacana serupa berupa penyerahan dokumen Aspirasi yang tergabung dalam Dewan Presidium Konstitusi Kembali Ke UUD 45 Sebelum Amandemen, berupa maklumat kepada Ketua Umum MPR. Akan tetapi sangat disayangkan Ketua MPR Dr. Bambang Susatyo SE, SH, MBA tidak hadir, dengan alasan yang mengada-ada.

Tetapi ketidak hadiran Ketua MPR ini dapat dipahami karena sosok Ketua MPR ini penakut dan selalu mencari aman. Menerima tim Petisi 100 saja tidak berani, sehingga tim Petisi 100 untuk menyampaikan aspirasi memakdzulkan Jokowi di terima oleh anggota MPR, anggota DPD. Memang sangat disayangkan Partai Golkar menempatkan wakilnya Ketua MPR, yang karakternya penakut. Jika menerima aspirasi rakyat saja takut, tentu tidak pantas menerima gaji dan fasilitas yang begitu besar dari rakyatnya. “Mungkin juga Ketua MPR ini tidak siap dengan jabatan yang diembannya”.

Maklumat Dewan Presidium Konstitusi yang dibacakan Try Sutrisno (Wapres ke 6, Ketua Presidium) yang didampingi AA La Nayallaa Mattalitti (Ketua DPD RI) dan Nono Sumpeno (Waketum Presidium) berisi tiga poin yakni :
Pertama, mendesak dan meminta MPR RI menggelar Sidang MPR dengan agenda tunggal untuk mengembalikan sistem Bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa melalui penetapan kembali Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang berlaku sebelum perubahan di tahun 1999 hingga 2002, meliputi Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan.

Kedua, melakukan amandemen terhadap UUD yang berlaku sebelum perubahan di tahun 1999 hingga 2002, sebagaimana dimaksud di atas, dengan teknik adendum, guna menyempurnakan dan memperkuat kedaulatan dan kemakmuran rakyat mengacu kepada semangat dan tuntutan Reformasi tahun 1998, di antaranya pembatasan masa jabatan presiden, penghapusan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan penegakan hukum, serta mengacu kepada proposal kenegaraan DPD RI dan kajian akademik serta empirik.

Baca juga:  Semua Atribut Partai dan Paslon di Gianyar Dicabut, Sedulur Jokowi: Buzzer Ganjar Fitnah Jokowi

Ketiga, segera melakukan pengisian Utusan Daerah dan Utusan Golongan sebagai bagian dari anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) yang berasal dari elemen-elemen bangsa sebagai perwujudan penjelmaan rakyat yang utuh, serta membentuk Dewan Pertimbangan Agung Sementara dalam waktu sesingkat-singkatnya.

Try Sutrisno menyebut, meskipun tanpa dihadiri Pimpinan MPR RI, namun dia meminta rakyat yang hadir untuk tidak berkecil hati dan terus berikhtiar mengembalikan UUD 1945 naskah asli. Bagi peserta yang berjumlah 1.349 ini, yang terdiri dari para Ulama, Sultan/Raja, Purnawirawan, Kelompok Nasionalis dan para aktivis pergerakan menunjukkan kesungguhan, ketaatan, kemuliaan, akan jalannya perjuangan rakyat Indonesia ini,” Kelompok Petisi 100, tetap menginginkan agar Jokowi dimakdzulkan terlebih dahulu, atau minimal Sidang Istimewa meng “agendakan” 2 poin ini yakni Kembali ke UUD 45 yang asli dan Makdzulkan Jokowi.

Pemakzulan Jokowi sebenarnya menguntungkan semua partai dan tentunya menguntungkan negara dan bangsa Indonesia. Pembangkangan Jokowi sebagai petugas partai, pembangkangan Jokowi terhadap proses peradilan Ijazah Palsu, bahkan pembangkangan pada UU no 27/1999 tentang yang terkait dengan Kejahatan terhadap Keamanan Negara, merupakan contoh kongkrit pelanggaran terhadap Konstitusi dan Peradilan.

Bola salju semakin kencang dan besar melaju, apakah para anggota legislatif ini akan bertahan pada statusquo atau berpihak pada kebenaran. Waktulah yang akan menentukan.

Bandung, 11.11.2023