Sertifikasi Amil untuk Kebutuhan Masa Depan dan Global

Sertifikasi amil untuk memenuhi kebutuhan masa depan dan global di mana orang yang dipercaya mengelola zakat memiliki standar yang bagus. Sertifikasi ini dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat.

“Ada kebutuhan mendesak tentang sertifikasi dalam rangka peningkatan di dunia kerja termasuk amil dan filantropi Islam. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan global dan masa depan,” kata Direktur Akademizi Nana Sudiana di acara Forum Literasi Filantropi Vol 14 berjudul “Quo Vadis Sertifikasi Amil Zakat” yang diselenggarakan Akademizi, Rabu (8/11/2023).

Pentingnya sertifikasi amil, kata Nana Kementerian Agama (Kemenag) mendorong Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).

KKNI bidang zakat adalah tindak lanjut dari SKKNI Zakat yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Ketenagakerjaan (KMK) Nomor 30 Tahun 2021.

KKNI akan menjadi acuan skema sertifikasi amil sebagai tolak ukur seorang amil profesional. Sehingga dalam pengumpulan, pendayagunaan, dan pendistribusian zakat menjadi lebih baik lagi.

“KKNI akan memberikan standar jabatan kepada amil di Lembaga Pengelola Zakat. Sehingga tidak ada perbedaan di setiap lembaga zakat,” ungkapnya.

Nana juga menceritakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di era Muliaman D. Hadad mendorong adanya sertifikasi sektor syariah dengan mengadakan diskusi. Hadir beberapa lembaga di antara hotel dan restoran syariah, MES, Asuransi Syariah, perkumpulan BMT Syariah. “Saat itu saya hadir mewakili FOZ dan diskusinya mengerucut pendirian lembaga sertifikasi multi sektor. Akhirnya 6 lembaga syariah yang bergabung,” jelasnya.

Pada 2016 FOZ menunjuk beberapa asesor dan merintis sertifikasi dan ada Aminullah dari asesor penerbangan membantu pembentukan sertifikasi lembaga zakat. Februari 2017, hadir dari Baznas, dikuatkan akan ada sertifikasi untuk amil. Sepekan kemudian Baznas membuat sertikasi amil.

“Ada pekerjaan rumah besar sertifikasi amil dan renumerasi. Apakah sertifikasi amil bisa mendapatkan renumerasi? Jangan sampai amil yang sudah tersertikasi dikeluarkan di lembaga zakat.

Sedangkan Asesor Kompatensi Amil Zakat LSP Keuangan Syariah Arif Nurhayadi mengatakan, landasan syariah sertifikasi amil berdasarkan surat Attubah 103. Ada sebagian muslim mempunyai kewajiban menarik dana zakat dari orang kaya.

“Pertanyaannya siapa yang menarik dana zakat. ada dua, pertama, asepek kelembgaan. Kedua, aspek personal. secara kelembagaan harus jelas dan dinamikanya kita harus teliti lembaga yang mengelola zakat,” paparnya.

Kata Arif, kompetensi personal amil sangat penting. Jangan hanya ujian dan mendapat sertifikat. Standar kompetensi amil sebagai marketing, sales, penyalur dan pemberdayaan dan sebagainya harus bisa mengukur standar minimal saat bekerja sebagai amil.

Dinamika sosial masyarakat, politik dan kondisi bangsa berpengaruh terhadap kompetensi seorang amil. Sebelum isu terorisme, standar kompetensi terkait isu tersebut tidak menyadari. “Hari ini amil termasuk lembaga zakat jangan terjebak terorisme termasuk pencucian uang,” papar Arif.

Tantangan biaya untuk sertifikasi semua amil. Sertifikasi mulai dari pelatihan harus dilihat anggaran yang dimiliki lembaga zakatnya.

Arif juga mengutaarakan, di SKKNI standar kompetensi untuk amil digital fundrising di era teknologi informasi tidak begitu detail. “Semua lembaga mengadopsi dinamika masyarakat termasuk teknologi. Perubahan satu skema saja membutuhkan biaya yang yang tinggi. SKKNI bagi amil taantangan, satu sisi mengikkuti, standar kompetensi terkadang agak jadul kalau tidak ada perubahan,” paparnya.

Kepala Subdit Akreditasi dan Audit Lembaga Zakat Kemenag Muhibuddin sedang menyusun regulasi keterkaitan serifikasi amil dengan renumerasi. “Harus ada korelasi sertifikasi dengan renumerasi. Tidak bisa 12,5 persen untuk kebutuhan membayar renumerasi apalagi amil yang tidak berpengamalamn dan sertifikasi.

Kata Muhibuddin, perlu standarisasi agar agar tidak ugal-ugal hak amil dalam mengelola dana zakat. “Hasil audit menemukan praktik lembaga zakat tidak sesuai aturan dan syariah. “Harus menjadi pelajaran kita semuanya agar terhindar dari keburukan,” paparnya.

Sertifikasi menjadi salah satu kebutuhan amil di Indonesia. Kemenag mendorong serta memperkokoh pencapaian para amil. “Kita berharap Kemenag diberi masukan. Kemenag yang diperkuat regulasinya. literasi tentang zakat tidak cukup lembaga pendidikan tetapi kita semua,” ungkapnya.

Kepala LSP Baznas Sarniti mengatakan sertifikasi ini perlu ada buat pengakuan dari negara.

“Kami sangat menyambut ada sertikasi amil agar pengelolaan zakat ini berstandar dan diakui negara,” ucapnya.

Jadi, lanjut Sarniti, orang-orang yang mengelola zakat berkompeten. Harapannya dengan adanya standirisasi atau sertifikasi yang dinyatakan kompeten, ada nilai plus baik pribadi maupun lembaga.

“Harapan itu tidak sekedar nilai lebih dan hanya baik, tapi di atas baik. Tidak sekedar profesional, namun lebih dari profesional,” tegasnya.

Ditambahkan Sarniti, mereka yang sudah kompeten harus bisa berimpromen, melakukan perbaikan secara terus menerus, memberikan masukan dan solusi serta bagian dari penyelesaian.

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News