Disampaikan Yusuf Blegur
Rpublik Indonesia telah menjadi tanah air mata, tanah darah dan tanah meregang nyawa. Tak terhitung korban rakyat berjatuhan akibat distorsi dan destruktif perilaku kekuasaan. Perampasan tanah, penggusuran rumah, kekerasan disertai penganiayaan hingga kematian dan beragam kejahatan kemanusiaan lainnya, kental mewarnai rezim Jokowi selama hampir satu dekade.
Segala daya telah dilakukan, semua opini dan gerakan terus dikerjakan. Oposisi tak pernah berhenti ingin menjungkalkan rezim pemerintahan Jokowi. Namun apa gerangan, presiden dengan gelar King of Lip Service dan boneka oligarki itu, tetap bertengger sebagai orang nomor satu di Indonesia dan semakin masif menggalang kekuatan mempertahankan sekaligus melanggengkan kekuasaannya.
Tak cuma berdampak pada kondisi fisik dan materil, upaya meniadakan akal sehat dan nurani kerap mewarnai kebijakan pemerintah yang ugal-ugalan dan menyebabkan penderitaan rakyat. Kebohongan, kecurangan, memaksakan kehendak, mendobrak etika dan aturan, semakin menegaskan para penyelenggara negara tersebut memang miskin ahlak. Sebuah tolok-ukur fundamental yang harus dimiliki pemimpin jika tidak mau disebut bobrok dan dzolim.
Tak cukup pegiat institusi negara, para penjaga moral yang menghuni tempat ibadah, kampus dan pelbagai ruang-ruang keberadaban lainnya, nyaris semuanya terkooptasi perilaku rezim. Kebanyakan manut karena harta, jabatan, ketakutan atau bahkan sekedar menyelamatkan dirinya dari beragam skandal yang bisa memastikan penjara sebagai tempat yang pantas buat mereka.
Jokowi dan pemerintahan yang dipanggulnya, sejak awal dicurigai sebagai anasir dari ideologi komunis dan sangat agresif terhadap hasrat kapital. Tak peduli pada persoalan kemanusiaan dan kesejahteraan umum yang diamanatkan rakyat, Jokowi justru dianggap publik menjelma menjadi pemimpin dari rezim yang korup, berwatak maling dan menindas. Bukan sekedar konstitusi dan demokrasi, ia bahkan cenderung menjadi musuh religi. Ukurannya tak tahu malu dan menghalalkan segala cara.
Ya, sejarah seakan mengingatkan dan menanti-wanti bangsa Indonesia yang mayoritas muslim. Bahwasanya setiap zaman akan ada manusia dan pemimpin yang absolut kekuasaannya dan absolut pengingkarannya terhadap kekuasaan Tuhan. Dunia mengenal Raja Namrud dan Firaun juga beberapa pemimpin lainnya yang menganggap diri dan kelompoknya tak tertandingi, larut pada kesombongan dan perilaku keji yang meniadakan Tuhan sebagai pemilik dan penguasa jagat semesta yang hakiki. Akhirnya kandas dan berakhir tragis, karena sesungguhnya betapapun menguasai negara dan dunia, tetaplah kecil dan tak berarti di hadapan Tuhan.
Begitupun di Indonesia, Jokowi dan kroninya memaksakan diri sebagai rezim yang ingin menguasai negara dan seluruh rakyat Indonesia hanya untuk hasrat dan kepuasan duniawinya sendiri. Tega membuat rakyatnya menderita kehilangan harapan dan daya juang bertahan hidup. Begitu ramah dan tunduk kepada bangsa asing, hingga rela menjual murah kekayaan alam dan sumber-sumbernya yang harusnya dikelola berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang asli. Jokowi dan kroni sepertinya telah melampau batas, bertindak laksana dirinya sebagai Tuhan. Atau boleh jadi, Jokowi punya segalanya, mungkin kecuali Tuhan.
Yakinlah pada perjuangan yang berlandaskan keimanan, tiada kekuatan dan pertolongan selain hanya dari Allah azza wa jalla.
Bekasi Kota Patriot.
24 Rabiāul Akhir 1445 H/8 November 2023.