Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi, Associate Expert FOZ)
Persoalan umat ke depan tak bisa diselesaikan secara sendirian dan dengan pendekatan parsial. Diperlukan kemampuan gabungan sehingga masalah yang ada, sebesar apa pun, bisa diatasi dengan metode kolaborasi dan terintegrasi. Idealnya, setiap masalah yang kita atasi, tidak kembali lagi dan justru menjadi rutinitas tanpa ujung. Dengan kemampuan bersama secara kolektif, apa pun masalah yang hari ini tampak besar dan seakan sulit terpecahkan, mudah-mudahan dengan kuatnya semangat ukhuwah, ia bisa ditembus dan diatasi dengan baik.
Dan umat kini memanggil para aktivis zakat untuk semakin menjadi bagian solusi kesulitan yang dihadapi. Tekanan ekonomi, sosial dan budaya global serta kuatnya arus kemaksiatan yang semakin dahsyat menerpa keluarga-keluarga umat Islam. Semua ancaman ini bukan lagi ilusi, melainkan nyata dan benar-benar di depan mata hingga masuk di kamar rumah kita. Pada situasi demikian diperlukan semangat sinergi untuk saling mendekat dan berbicara. Forum-forum “kopi darat” serta silaturahmi akan semakin diperlukan dalam menyambungkan ide dan gagasan terbaik yang ada di benak masing-masing pimpinan organisasi OPZ. Dengan demikian, menjadi ironis bila mengaku lembaga umat tapi cara mengelolanya tak memancarkan wajah dakwah dan kesantunan Islam.
Dalam sebuah grup WhatsApp OPZ, ada seorang aktivis yang membuat pernyataan menarik. “Masalah kita ke depan ada pada harmonisasi hubungan. Baik sesama OPZ juga dengan seluruh stakeholder (pemangku kepentingan) yang terlibat. OPZ yang di nasional, provinsi maupun kota/kabupaten harus merasa terhubung dalam situasi dan kondisi yang sama sebagai bagian penting wajah zakat Indonesia.”
Benar yang dikatakannya. Persoalan kinerja, proporsi dana, kapasitas, dan soal-soal penting lainnya dalam gerakan zakat akan dengan mudah terselesaikan bila semua pihak memiliki cara pandang yang sama sebagai sesama saudara. Begitu pula masalah-masalah rekapitulasi, administrasi, pencatatan, dokumentasi, baik di tingkatan nasional hingga kabupaten/kota, akan semakin mudah bila semangat sinerginya jauh lebih besar dan kuat dibandingkan semangat berbeda dan ingin hebat sendirian saja.
Jika benar kita saudara, mari saling berkomunikasi dan saling berbicara. Memang kita harus menyadari dengan baik bahwa dalam kehidupan, terkadang apa yang dialami sangat jauh berbeda dengan apa yang diharapkan. Kedudukan, posisi, dan kewenangan kadang mampu mengubah komitmen seseorang untuk terus menjaga cintanya dan merawatnya dengan baik. Namun, di balik semua itu akan terlihat sejauh mana kematangan pengalaman, nilai-nilai, serta keteguhan seseorang dalam melewati fase demi fase kehidupan. Ukhuwah bukanlah ilusi, ia nyata dan menuntut bukti. Bagaimana seseorang bisa disebut setia bila ia melakukan hal berbeda antara cita-cita dan harapan yang dimiliki dengan perilaku dan tindakan nyatanya dalam kehidupan.