Masyarakat Melayu Rempang Melawan dari Penindasan

Oleh: Ahmad Basri Ketua K3PP-Tubaba

Masyarakat Suku Melayu, Pulau Rempang, Batam, Riau, yang telah mendiami wilayah tersebut ratusan tahun lamanya, dipaksa oleh aparat keamanan meninggalkan lokasi demi masuknya inventasi asing china yang berkolusi- berkolaborator dengan para “srigala” pribumi.

Betapa kejamnya rezim kekuasaan hari ini seperti prilaku “hewan buas” yang lapar dan bringas. Tapi itulah imbas dari politik balas budi selama 10 tahun terhadap oligarkhi. Sebuah pelajaran penting betapa negara/pemerintah tak lagi memiliki harga diri. Mengorbankan rakyatnya demi sebuah politik balas budi yang telah mereka menikmati. Negara pemerintah seperti kehilangan kedaulatan harkat dan martabat.

Tentu kita tak bisa menyalahkan aparat keamanan sepenuhnya dengan membabi buta menghancurkan semua yang ada dilokasi kejadian. Inilah yang kita alami saat ini hampir disetiap konflik agraria pertanahan rakyat di tanah air selalu dalam posisi korban. Tidak ada tempat mengadu. Berharap dengan Gubernur, Bupati, Wakil Rakyat untuk bersuara kritis membelanya jangan harap mimpi itu terwujud. Kemampuan itu tak mungkin mereka miliki dan kuasai.

Dalam sistem politik rezim investasi kapitalisme, aparat keamanan hanyalah “pesuruh” yang kapanpun bisa digerakan untuk melakukan apapun. Mereka hanya bergerak sebatas perintah tak memiliki hak untuk bertanya. Mereka akan berpikir “sehat” setelah pensiun menghampirinya. Merenung sambil berdzikir komat – kamit mengingat perbuatannya dimasa lalu. Tapi itulah batas kesadaran manusia.

Satu – satunya jalannya tidak ada lagi kecuali rakyat bersatu melawan penjajah kolonialisme baru yang dibonceng dengan selimut investasi. Sesungguhnya itu semua merupakan bentuk model penjajahan modern yang dipertontonkan begitu apik bahwa investasi demi pembangunan untuk kesejahteraan rakyat. Ironisnya terkadang kita semua tak menyadari itu sebuah bentuk kejahatan politik ekonomi.

Dalam politik ekonomi rezim investasi apapun bisa dilakukannya. Suatu saat nanti mungkin kampung kita yang akan mengalami nasib yang sama, seperti saudara kita suku melayu di tanah Rempang , Batam, Riau yang dipaksa meninggalkan tanah kelahirannya. Semua bisa terjadi.Jika diam tidak melawan maka habis semua tanah dikuasai para gladiator penjahat politik ekonomi.

Setidaknya hari ini kita diberi satu kesadaran atas apa yang terjadi pada saudara kita di tanah Rempang Batam Riau. Mereka tidak diam mereka melawan mempertahankan haknya. Kesadaran itu yang seharusnya menjadi kesadaran kolektif kita bersama untuk sama – sama melawan. Melawan rezim yang sedang berkuasa dan menghitung waktu dan bulan akan berakhir, namun meninggalkan jejak hitam kebobrokan sejarah kekuasaan yang kotor.

Dan Allah Swt. berfirman di dalam surat Ali Imran ayat 104 yang artinya, hendaklah ada di antara kamu orang-orang yang selalu mengajak orang berbuat baik dan melarang orang berbuat jahat. Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, berkata, Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, barang siapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman.

Menarik pandangan Karl Marx melihat disisi lain, bahwa sesungguhnya konflik dan kekerasan yang terjadi ditengah masyarakat, merupakan satu bentuk adanya sebagian kelompok atau individu yang mempunyai kekuasaan dominan yang ingin menguasai kelompok lainnya yang dianggap lemah. Penguasaan ini selalu beeorentasi pada tujuan kepentingan ekonomi.

Namun di satu sisi masih ada mereka saudara – saudara kita, yang masih bersifat opurtunis, tidak perduli dengan apa yang terjadi di tanah Rempang, Batam, Riau. Dan Sejarah akan selalu melahirkan dan mencatat manusia – manusia seperti itu. Dan tipelogi manusia opurtunisme akan selalu menghiasi kehidupan sosial. Mereka masih percaya bahwa negri ini baik – baik saja.

 

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News