by M Rizal Fadillah
Rezim Jokowi akan all out untuk mendatangkan investor khususnya dari RRC. MoU yang ditandatangani awal Agustus di Chengdu China memperkuat semangat untuk sikap tersebut. Jika gagal membuktikan kemampuan untuk merealisasikan kesepakatan maka RRC kemungkinan besar akan kecewa dan terpaksa “menekan keras” Jokowi. Karenanya Jokowi tidak bisa lari lagi selain harus menjalankan perintah boss Xi Jinping. Iming-imingnya adalah bahwa dana investasi RRC telah tersedia.
Sudah menjadi tekad Jokowi untuk mewujudkan diri sebagai rezim materialistik, rezim investasi. Sayangnya terkesan di bawah kendali China. Ungkapan bahwa penghambat investasi akan dikejar dan dihajar dibuktikan dengan mengejar dan menghajar Melayu di Rempang. Aparat dikerahkan menjalankan “Instruksi Jokowi” agar Kapolri memecat Kapolda yang tidak mengawal investasi. Polisi dalam tekanan kekuasaan.
Menko Marinves Luhut Panjaitan berteriak untuk membuldozer penghalang program investasi. Di sana ada Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia yang juga ikut-ikutan bahlul. Menteri Sandiaga Uno membela program “Rempang Eco City” dengan narasi pembangunan Rempang sebagai Pusat Ekonomi Industri Hijau. Rezim semakin parah.
Melayu melawan dan nampaknya bisa menjadi sebuah pemberontakan. Berpeluang berdampak pada psiko-politis etnik lain pribumi di berbagai daerah. Kondisi perlawanan menjadi bagai sebuah gerakan kemerdekaan melawan penjajahan. Penjajah itu bernama oligarki yang didominasi etnis China dalam kendali RRC. Sadar atau tidak Jokowi telah menjadi Presiden kolaborator.
Sulit untuk menghentikan program investasi Jokowi. Dengan berbagai rangsangan kemudahan dan ancaman bagi penghambat maka investasi adalah segala-galanya. Telah menjadi berhala pembangunan.
Biasanya dalam investasi ada komisi, gratifikasi ataupun kolusi. Menguntungkan diri dan kroni.
Tidak ada jalan lain untuk mengubah kultur sarwa materi dari rezim investasi selain makzulkan Jokowi lebih cepat. Konstitusi memberi ruang untuk itu. Keberadaan Jokowi semakin terasa tidak bermanfaat. Bahkan terus membuat rakyat menderita. Kasus Rempang menjadi salah satu bukti.
Sebaliknya, makzulnya Jokowi akan bermanfaat sekurang-kurangnya :
Pertama, Rempang kembali menjadi di bawah kekuasaan dan pelaksanaan hak hak kampung adat melayu. Penggusuran tidak menjadi solusi dari pembangunan kawasan. Proyek Rempang Eco City yang dikelola oleh PT Mega Elok Graha Tomy Winata gagal dilanjutkan.
Kedua, penjajahan oligarki dengan kendali dana RRC ditinjau ulang dan mulai dibangun kemandirian berbasis kemerdekaan. Tanpa Jokowi RRC kehilangan sandera untuk mengatur bangsa Indonesia. Bangsa yang tidak terkecoh oleh iming-iming investasi dan hutang luar negeri.
Ketiga, kegagalan proyek Rempang akan berdampak pada penyelamatan IKN Kalimantan dari tergerusnya prinsip kedaulatan negara. Makzulnya Jokowi adalah langkah awal untuk evaluasi urgensi kepindahan ibukota. Memulai paradigma pembangunan tanpa penggusuran dan kolonialisasi.
Perlawanan Melayu Rempang memberi inspirasi untuk membangkitkan semangat nasionalisme bangsa Indonesia dalam memerdekakan negara dari penjajahan asing dan aseng. Melawan rezim investasi yang tersandera dan menjadi kolaborator dari kepentingan pemilik modal.
Penzaliman atas rakyat harus segera dihentikan. Dimulai dengan pemakzulan Jokowi.
Wakil-wakil rakyat harus sadar akan masalah serius ini.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 12 September 2023