Oleh : Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)
Akhir-akhir ini banyak media yang mewacanakan usulan duet Ganjar-Anies. Ini lucu dan tujuannya hanya untuk kepentingan politik praktis bahkan bisa jadi untuk memecah belah kesolidan koalisi perubahan. Riak-riak perbedaan yang terjadi di koalisi perubahan jangan sampai mengganggu kesolidan hubungan ketiga partai: Nasdem, Demokrat, dan PKS Setiap Ketum Partai Koalisi Perubahan harus benar-benar ikhlas dan legowo menerima cawapres Anies atas putusan dan pilihan Anies, tidak diintervensi.
Bagaimana pun, PDIP dengan Koalisi Anies ibarat minyak dengan air. PDIP adalah partai pro rezim, anti Islam, pro PKI, dan sarang koruptor. Jika akan dipaksakan berkoalisi maka akan terjadi sandera-menyandera dan tidak akan bisa bersinergi dengan baik.
Usulan PDIP yang menghendaki duet Ganjar-Anies dapat dimaklumi karena saat ini PDIP sedang “merana” setelah ditinggal partai-partai lain yang semula diharapkan akan bergabung. Bahkan P3 sendiri yang sudah menyatakan gabung PDIP, ada kemungkinan akan cabut dukungan setelah usulan Sandiaga Uno sebagai Cawapres Ganjar ditolak PDIP, dan PDIP mempersilahkan P3 untuk keluar dari koalisi dengan PDIP.jika tetap memaksakan Sandiaga jadi Cawapres.
Ada tanda-tanda kalau PDIP sedang menuju keruntuhan.
Ada banyak indikator ke arah itu, seperti :
Pertama, PDIP ditinggal Jokowi
Jokowi sudah memutuskan mendukung Prabowo, demikian juga Gibran dan para relawan Jokowi. Tampaknya sangat sulit bagi Jokowi untuk kembali ke pangkuan Mega (PDIP) disebabkan rasa sakit hati Jokowi yang cukup dalam karena berkali-kali “dibully”di depan umum. Padahal Jokowi sendiri merasa punya kekuatan dan kekuasaan. PDIP tanpa Jokowi menjadi lemah.
Kedua, Partai-partai koalisi pemerintah ogah bergabung dengan PDIP
Mungkin PDIP dinilai partai yang angkuh dan ingin menang sendiri. Walaupun PDIP bisa mencalonkan capres sendiri tanpa harus berkoalisi dengan partai lain (karena memenuhi PT 20%), tapi suara PDIP cuma 19,33% sehingga tidak mungkin bisa memenangkan pilpres. Jadi PDIP butuh koalisi dengan partai lain. Yang diharapkan adalah Golkar. Tapi tiba-tiba Golkar dukung Prabowo,mungkin dianggap gara-gara Jokowo. Betapa kecewanya PDIP terhadap Golkar dan Jokowi.
Ketiga, banyak kader PDIP yang keluar dan gabung dengan partai lain
Ada yang gabung dengan koalisi perubahan (Surya Chandra, Eva Sundari, dll), ke Prabowo (Budiman Sujatmiko), atau tidak menyatakan dukungan ke Ganjar (Efendi Simbolon), dan yang lain.
Keempat, Akar rumput PDIP telah beralih menjadi relawan dan pendukung Anies
Jawa Tengah dan Jawa Timur yang semula jadi basis merah (Banteng), sekarang sudah dikepung oleh pendukung Anies.
Kelima, NU kultural tidak lagi dukung PDIP, tapi sekarang dukung Anies
Hal ini sudah disampaikan oleh para kyai, ajengan, dan tokoh-tokoh teras NU. Mereka kompak dukung Anies. Padahal jumlah warga NU di seluruh Indonesia sangat besar.
Keenam, PDIP tambah terpuruk setelah mencapreskan Ganjar
Ganjar telah ditinggalkan para pendukungnya. Selain faktor track record yang negatif selama memimpin Jawa Tengah, juga faktor kecerdasan, kapabilitas, kreatifitas, dan kepribadian yang buruk.
Arah politik PDIP yang lebih condong ke komunis jelas berseberangan haluan dengan koalisi Perubahan yang nasionalis religius. Selama ini PDIP dengan Anies selalu bertolak belakang, sangat sulut dipersatukan. Dan PDIP selalu memposisikan diri sebagai “musuh’ Anies. Kehebatan apa pun yang dilakukan Anies, di mata PDIP selalu salah. Masa yang seperti ini mau dipersatukan ?
Sebaiknya koalisi perubahan fokus untuk menjaga kepercayaan rakyat yang selama ini telah mendukung Anies. Dan dukungan rakyat terhadap Anies semakin hari semakin tak terbendung. Jika Anies bergabung dengan PDIP, banyak umat Islam yang akan mencabut dukungannya dan sebagiannya akan golput.
Ganjar tidak layak untuk jadi cawapres Anies, apalagi jika Anies yang jadi cawapres Ganjar, dipastikan bakal ambyaar atau bubar jalan.
Lupakan saja memasangkan Anies dengan Ganjar.
Bandung, 5 Shafar 1445