Ini Dia Para Politisi PDIP Pendukung LGBT & Minta Diakui Negara

Ilustrasi LGBT (Lesbian Gay Bisexual abd Transgender)

Para politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memberikan dukungan terhadap Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) di Indonesia.

Dalam catatan Suaranasional ada enam politisi PDIP yang mendukung keberadaan LGBT di Indonesia di antara Zuhairi Misrawi, Musdah Mulia, Eva Kusuma Sundari dan Rieke Diah Pitaloka.

Zuhairi Misrawi melalui akun Twitter-nya @zuhairimisrwi pernah mengatakan, LGBT merupakan makhluk yang diagungkan Tuhan.

LGBT juga manusia, makhluk yang sangat diagung-agungkan Tuhan. Kenapa harus didiskriminasi?” ungkap Zuhairi.

Zuhairi juga mengatakan, di negeri ini, orang beragama cenderung menebarkan kebencian daripada mengajak pada kasih-sayang.

“Menghormati LGBT karena kita sesama manusia. Soal pilihan orientasi seksual, kembali pada diri masing-masing,“ pungkas Zuhairi.

Pendapat yang sama juga dikatakan Musdah Mulia bahwa LGBT merupakan sunnatullah.

Pendapat Musdah Mulia dikutip dari Harian The Jakarta Post, Jumat (28/3/2008).

Menurut Musdah, homoseksual dan homoseksualitas adalah alami dan diciptakan oleh Tuhan, karena itu dihalalkan dalam Islam

Musdah, para sarjana Muslim moderat berpendapat, bahwa tidak ada alasan untuk menolak homoseksual. Dan bahwasanya pengecaman terhadap homoseksual atau homoseksualitas oleh kalangan ulama aurus utama dan kalangan Muslim lainnya hanyalah didasarkan pada penafsiran sempit terhadap ajaran Islam.

Baca juga:  Sedu Sedan PDIP, Jokowi dan Pilihan Jalan Machiavellisme

The Jakarta Post menulis pendapat Musdah: “Moderate Muslim scholars said there were no reasons to reject homosexuals under Islam, and that the condemnation of homosexuals and homosexuality by mainstream ulema and many other Muslims was based on narrow-minded interpretations of Islamic teachings.”

Eva Kusuma Sundari mengatakan, semua warga termasuk LGBT kedudukan sama dan tidak boleh mendapat diskriminasi.

“Negara harus memastikan bahwa seluruh tindakan warga negaranya didasarkan dan tidak bertentangan dengan konstitusi, bukan atas dasar yang lainnya, termasuk yang menggunakan justifikasi agama. Dalam prinsip demokrasi, mayoritas semestinya melindungi minoritas, bukan justru menghina, melecehkan atau mengucilkan,” ujarnya.

Sesuai Nawacita di cita ke 3, kata Eva, Negara harus hadir untuk mewujudkan toleransi, serta memastikan para Kepala Daerah dan Birokrasi pusat dan daerah, mewujudkan sumpahnya untuk menegakkan pancasila dan konstitusi.

BACA JUGA:

Eva meminta Pemerintah Daerah, memastikan perlindungan kepada seluruh warga negara, tidak terkecuali kelompok LGBT, dari segala bentuk diskriminasi maupun kekerasan atas dasar apapun.

Ribka Tjiptaning mengutarakan, LGBT bagian dari warga negara Indonesia. “Waria merasa bagian dari warga Indonesia dan menuntut hak atas kerja, karena mereka juga para Sarjana-Sarjana,” tutur Rabu,(3/5/2012)

Politikus PDIP lainnya Jepri Firdaus, LGBT mempunyai kedudukan yang sama. “Dalam sebuah konteks negara semua memiliki hak yang sama tidak ada membeda -bedakan baik itu agama, suku, ras, maupun orientasi seksual. Saya pikir itu yang perlu dijamin oleh negara bahwa hak asasi itu harus dipenuhi,” ungkapnya, Rabu (3/5/2012).

Bahkan dalam acara memperingari Hari Buruh Dunia 3 Mei 2012, PDIP mengundang komunitas LGBT dan dihadiri Megawati Soekarnoputri.

Politikus PDIP lainnya Hendrawan Supratikno para LGBT tidak perlu dimusuhi.

“Ini persoalan edukasi. Kami tidak mengutuk karena itu adalah ciptaan Tuhan, tidak perlu dimusuhi,” kata Hendrawan di Gedung DPR, Jakarta, Kamis(18/2/2016).

Menurut Hendrawan, pemerintah juga tidak perlu membuat aturan untuk melarang keberadaan LGBT. Status LGBT sah sebagai warga negara dan mereka punya hak yang sama sebagaimana WNI lainnya.

“Enggak lah (dibuat larangan). Mereka legal bukan karena status LGBT, tapi karena anak bangsa,” kata Hendrawan.