Oleh : Ahmad Khozinudin (Sastrawan Politik)
Saat elektabilitas menjadi tuhan, apapun akan dipertaruhkan. Termasuk untuk mempertaruhkan keimanan, menjadi kaum munafik, menjadi kaum yang menelan ludahnya sendiri yang sudah terbuang ke tanah.
Kepada Islam, bencinya ga karuan. Untuk berkamuflase menghindari ketahuan membenci Islam secara langsung, digunakanlah ungkapan tolak politik identitas. Padahal, maksudnya tolak politik Islam.
Tapi begitu realitasnya mayoritas rakyat di negeri ini adalah Muslim. kunci kemenangan adalah ketika memenangi suara Umat Islam, para pengusung politik identitas ini menjadi munafik.
Suara kaum sekuler cuma seupil. Suara kaum liberal nasionalis cuma sauprit. Kuncinya, tetap suara umat Islam yang mayoritas.
Menolak Syari’ah, menolak Khilafah, menuduh radikal radikul, membubarkan dakwah, menyerang pejuang Islam, nyinyir kodran-kadrun, giliran musim haji mengunggah kesolehan palsu melalui ibadah haji. Saat Pemilu yang ga pernah ke masjid sibuk ke masjid, baju dibuat se muslim mungkin, kopiah dan jilbab menjadi atribut resmi jelang Pemilu dan menjadi kostum resmi saat kampanye.
Syiar ibadah yang semestinya menjadi hubungan yang sakral antara hamba dan tuhannya, tiba-tiba berubah menjadi ajang kontestasi. Layaknya eventaintmen, seluruh seluk beluk aurat kesucian ibadah diumbar demi elektabilitas.
Padahal, tidak ada dari mereka yang komitmen terhadap syariat Islam. Tidak ada yang ingin menerapkan hukum Allah SWT. Islam hanya dijual bak komoditi, dengan bagian kompensasi elektabilitas untuk kepentingan kontestasi.
Hancur lebur nilai sakral sebuah ibadah. Tak ada nilai ketundukan hamba, untuk menuhankan ilahi sang pencipta manusia, untuk menggunakan hukum-Nya.
Padahal haji adalah ibadah sakral, sarana ketundukan. Didalamnya terdapat ibadah kurban, dimana manusia diminta berkorban, mengorbankan nafsunya, dan menyembah hanya kepada Allah SWT semata.
Haji yang sakral menjadi sekadar ajang untuk viral. Menjadi modus operandi untuk menipu Umat Islam, demi raihan suara yang mereka pertuhankan
Tiba-tiba semua politisi merasa sok agamis, sok paling dekat dengan Rab-Nya, padahal mereka semua mencampakkan hukum-hukum-Nya. Ya Allah, jauhkan dan selamatkan kami dari para politisi busuk yang hanya mengeksploitasi Islam demi tujuan kekuasaan. [].