Oleh : Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)
Keputusan Jokowi untuk ikut cawe-cawe dalam urusan Pilpres 2024 dan capres yang akan di-endorse oleh dirinya menimbulkan pro dan kontra. Ada yang menanggapi positif, ada pula yang menanggapi negatif. Untuk bisa memahami ke arah mana statemen tersebut, paling tidak kita harus melihat dari tiga sisi ; 1. makna secara terminologi bahasa; 2. Siapa yang berbicaranya; 3. Permasalahan apa yang dihadapinya.
Sebagai contoh istilah cawe-cawe yang digunakan oleh orang terhadap rumah tangga putranya. Dari sisi orang tua cawe-cawe nya dianggap positif, tapi dari sisi penerimaan putranya cawe-cawe orang tuanya itu negatif, karena dianggap: sok ikut campur, sok ikut ngatur, intervensi, bahkan ikut ngrusuhi (mengganggu) urusan orang lain.
Berkaitan dengan cawe-cawe nya Jokowi dalam urusan pilpres dan capres di 2024, jelas nuansanya negatif.
Alasannya :
Pertama, track record Jokowi yang hampir selalu berdusta
Walaupun dia mengatakan niat cawe-cawe nya itu positif, tapi secara track record-nya Jokowi adalah orang yang tidak bisa dipegang omongannya karena hampir selalu berdusta dalam berucap. Bahkan saking seringnya berdusta, Prof. Azyumardi Azra (alm) menyatakan bahwa *memahami ucapan Jokowi harus dengan pemahaman terbalik. Misalkan Jokowi mengatakan maju, artinya mundur; jika Jokowi bicara meroket, artinya nyungseb; jika Jokowi bicara tidak berminat, artinya berminat, jika Jokowi bicara tidak impor, artinya impor; Jika Jokowi bicara positif, artinya negatif; dst. Selama ini Jokowi tidak peduli undang-undang dan aturan main, selalu menghalalkan segala cara.
Kedua, Segala hal yang berkaitan dengan tugas dan kewajiban seorang Presiden sudah diatur dalam undang-undang dan peraturan.
Jadi kalau Presiden menyatakan akan ikut cawe-cawe konotasinya memang negatif. Bisa dimaknai : sok ikut campur, ikut ngatur-ngatur yang bukan wewenangnya, intervensi, dan ikut mengutak-atik untuk tujuan kepentingan dirinya. Rocky Gerung memaknai cawe-cawe-nya Jokowi artinya akan bermain curang.
Ketiga, Cawe-cawe-nya Jokowi tidak lazim dan tidak pernah dilakukan Presiden sebelumnya.
Bukan masalah sekedar tidak layak dan tidak pantas seorang Presiden yang mau lengser itu masih ikut cawe-cawe, tapi dengan ikut cawe-cawe-nya menunjukkan kebodohan, ketakutan, kegelisahan, tidak percaya orang lain, tidak netral, dan ketidakpahaman akan berbagai undang-undang dan peraturan.
Keempat, cawe-cawe nya Jokowi terkait erat dengan upaya penjegalan Anies dan endorsement capres pilihannya.
Jokowi secara implisit dan eksplisit telah melakukan upaya penjegalan terhadap Anies secara masif, dan Jokowi ingin memastikan bahwa Anies tidak akan bisa nyapres. Sudah berkali-kali upaya menjegal Anisa dilakukan, tapi sampai saat ini bisa digagalkan. Jokowi belum puas dan akan makin stress jika Anies belum bisa disingkirkan. Dan ini sepertinya tujuan utama dari ikut cawe-cawe-nya Jokowi
Kelima cawe-cawe-nya Jokowi juga akan terus mengintervensi, mengintimidasi, bahkan mempersekusi terhadap semua lembaga negara (KPU, Bawaslu, KPK MK, MK, MA, dan Kejagung) dan Para Ketum Parpol untuk mengikuti kehendaknya.
Jokowi yang sudah mau lengser tetapi tetap ingin terus mengendalikan semua instrumen negara demi memuluskan ambisinya dan menyingkirkan orang-orang yang akan menghalanginya. Salah satu yang jadi bidikan utama Jokowi adalah penjegalan Anies Baswedan.
Jadi bohong besar jika cawe-cawe-nya Jokowi itu niatnya positif. Track record Jokowi selama ini telah menjelaskan semuanya: motivasinya apa, tujuannya ke mana, dengan cara bagaimana, menggunakan instrumen apa, dan siapa-siapa saja yang menjadi “algojonya”.
Pepatah mengatakan: Sekali lancung ke ujian, seumur hidup tidak akan dipercaya
Bandung, 16 Dzulqa’dah 1444