Pemerintah tidak perlu mengadakan isbat untuk menentukan awal Ramadhan maupun 1 Syawal karena menghabiskan anggaran negara.
“Karena posisi bulan pada Kamis, 20 April 2023 masih di bawah imkan al-ru’yah, maka tidak perlu diadakan rapat Isbat yang hanya menghabiskan anggaran negara,” kata tokoh Muhammadiyah Din Syamsuddin, Rabu (19/4/2023).
Sebagai gantinya, pemerintah perlu menerapkan konsep kepemimpinan hikmah berdasarkan Pancasila untuk mengumumkan bahwa pada tahun ini ada dua keyakinan tentang Idulfitri. Yaitu, pada tanggal 21 April 2023 dan 22 April 2023. Setelah itu mempersilakan umat memilih sesuai keyakinan dan tetap merayakan ldulfitri dalam semangat ukhuwah Islamiyah.
“Pemerintah menghormati dan mengayomi keduanya dengan mengizinkan fasilitas umum digunakan untuk Shalat Idulfitri pada kedua hari tersebut,” jelasnya.
Kata Din, sebenarnya semua ormas sama-sama menggunakan rukyat, yang berarti melihat atau berpendapat dalam bahasa Arab.
Perbedaan terjadi karena ada yang menggunakan rukyat bil ‘aini atau melihat dengan mata inderawi. Sementara satu lagi rukyat bil ‘aqli atau melihat dengan mata pikiran.
“Keduanya sulit dipertemukan seperti meyakini sesuatu dengan melihatnya (seeing is believing) dan meyakini sesuatu dengan mengetahuinya (knowing is believing),” sambungnya.
Terlepas dari itu, Din Syamsuddin meminta umat Islam untuk menyikapi perbedaan dengan sikap dewasa dalam beragama. Sedangkan pemerintah perlu berada di tengah dengan mengayomi semua pihak dan tidak mengambil posisi tunggal.
Dia mengingatkan bahwa Idulfitri adalah ibadah berdasarkan keyakinan sesuai dalil naqli dan ‘aqli. Untuk itu, kepada kaum muslimin untuk menunaikan Shalat Idulfitri sesuai keyakinannya masing-masing tanpa merusak silaturahmi dan ukhuwah Islamiyah.
Sesuai amanat konstitusi, pemerintah harus mengayomi rakyat warga negara dengan memberi kebebasan menjalankan ibadat sesuai keyakinannya masing-masing. Dia juga meminta pemerintah untuk tidak buang-buang anggaran mengadakan sidang Isbat menentukan tanggal 1 Syawal.