Politisasi Politik Identitas

Oleh: Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)

Narasi politik identitas yang digaungkan para buzzer rp dimaksudkan semata-mata untuk mendiskreditkan lawan politik Jokowi saja. Padahal mereka yang koar-koar politik identitas sebenarnya adalah pelaku politik identitas itu sendiri.

Walaupun masyarakat sudah cerdas dan tidak terpengaruh gorengan para buzzer rp, tapi sepertinya mereka sudah kehabisan bahan untuk menjatuhkan lawan politik Jokowi. Maka terus saja narasi politik identitas digaung-gaungkan. Memang para penggaung politik identitas lebih mengedepankan kebencian daripada akal sehat. Karena apapun yang dilakukan lawan politik Jokowi harus salah Makin lama mereka makin dungu dan makin stress.

Semenjak rezim Jokowi berkuasa, maka Jokowi terus memelihara para buzzer rp dan resisten terhadap kritikan. Berbagai narasi bualan, fitnah dan pemutarbalikkan fakta terus-menerus dihembuskan.

Mengapa Jokowi harus memelihara buzzer ? ;
1. Kelemahan rezim Jokowi adalah pijakan yang kurang legitamated terhadap pemerintahannya;
2. Rezim Jokowi sama sekali tidak siap dengan kritikan dan adu argumentasi menghadapi oposisi dan para pengkritiknya;
3. Keinginan rezim Jokowi untuk melanggengkan kekuasaannya selepas berakhirnya masa jabatan;
4. Sifat tamak dan rakus yang menyelimuti jiwanya!
5. Rasa takut yang berlebihan kalau kekuasaan akan jatuh ke tangan “orang lain” (pihak oposisi).

Rupanya semua skenario itu sudah dipersiapkan dari jauh-jauh hari. Makanya berbagai manuver dilakukan, mulai dari membentuk partai koalisi pemerintah yang sangat gemuk, mengendalikan mayoritas anggita DPR, menempatkan orang-orang istana untuk memimpin lembaga tinggi, kepolisian, dan panglima TNI, hampir seluruh kepala daerah harus tunduk kepada istana, sampai-sampai dunia kampus oun diintervensi.

Sayang, semua skenario itu berantakan dengan tampilnya Anies sebagai calon presiden. Dan ternyata, semua skenario Jokowi untuk menguasai, memanipulasi, mengendalikan, dan memperpanjang masa jabatannya ternyata dikendalikan oligarki taipan. Selain tampilnya Anies sebagai “antitesa” Jokowi, juga karena di periode kedua kepemimpinannya, Jokowi tidak menunjukkan kemajuan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, yang terjadi justru Indonesia makin terpuruk. Bahkan 2 tahun menjelang lengsernya, Jokowi sudah seperti bebek lumpuh (lame duck) di mana kekuasaannya mulai rontok. Hampir setiap mengambil keputusan selalu blunder.

Saat ini Jokowi telah kehilangan kekuatannya, bukan saja sudah tidak dipercaya oleh masyarakat dalam negeri dan luar negeri, tapi para pendukungnya sudah mulai banyak membelot mencari selamat sendiri. Semua ini adalah indikator dari keruntuhan rezim Jokowi yang zhalim. Dan, dengan runtuhnya rezim Jokowi maka akan runtuh pula hegemoni para oligarki taipan yang selama ini terus menancapkan cengkeramannya di Indonesia.

Makar Allah sudah mulai bekerja. Sunatullah sedang berlangsung. Insya Allah, tahun 2024 adalah tahun tegaknya kebenaran, kejujuran, keadilan, dan kesejahteraan.

Bandung, 5 Ramadhan 1444

Simak berita dan artikel lainnya di Google News