Capres Rakyat Melawan Capres Oligarki

Disampaikan Oleh Yusuf Blegur

Piagam Kesepakatan Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) antara Anies dengan partai Nasdem, partai Demokrat dan PKS, bukan hanya semakin mengokohkan pencapresan Anies. Lebih dari itu menjadi pernyataan tegas dan benderang, bahwa Anies menjadi capres rakyat dan selainnya hanya capres oligarki yang sontoloyo dan didukung rezim kebliner.

Negara sudah menetapkan secara sah dan berketetapan hukum bahwa tak ada lagi perpanjangan jabatan presiden dan atau penundaan pemilu 2024. Melalui hasil rapat kerja dan rapat dengar pendapat Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri, KPU, Bawaslu dan DKPPU RI, pemerintah menegaskan kembali pelaksanaan pemilu 2024. Dengan demikian tak boleh ada lagi wacana, diskursus dan polemik terhadap keinginan siapapun yang bertentangan dengan UU terkait pemilu termasuk pilpres 2024. Jika masih ada yang ingin memaksakan dan melakukan konspirasi untuk perpanjangan jabatan dan penundaan pemilu, maka pemerintah dan rakyat harus segera mengambil langkah dan tindakan hukum. Konstitusi harus ditegakkan, tata kelola negara yang baik dan benar harus dijalankan serta aspirasi rakyat harus dijunjung tinggi.

Rakyat kini dapat bernapas lega, pesta demokrasi yang mewujud pemilu dan pilpres 2024 tetap dilaksanakan. Salah satu pintu masuk pembenahan sistem dan pemilihan figur pemimpin nasional tersebut, menjadi sangat penting untuk melakukan perubahan Indonesia menjadi lebih baik. Terutama pemilihan presiden yang sangat signifikan dan strategis menentukan arah perjalanan bangsa. Figur presiden yang cakap menjadi fundamental bagi proses penyelenggaran pemerintahan dan kelangsungan negara sebagaimana tertuang dslam Panca Sila dan UUD 1945 yang menaungi NKRI.

Tak cukup cerdas, santun dan berwibawa. Seorang capres yang kelak terpilih dan akan memimpin negara sebesar Indonesia, juga harus memiliki karakter kapabel, kredibel dan akuntabel. Dan lebih penting dan utama dari semua itu, seorang capres itu harus memiliki sifat kepemimpinan yang jujur dan adil. Hanya kejujuran dan keadilan seorang pemimpin yang busa menghadirkan negara kesejahteraan. Mustahil tanpa melekat kebaikan dan jejujuran, seorang pemimpin dapat menghadirkan kemakmuran dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk memahami, mengikuti serta dapat memilih pemimpin baik legislatif dan eksekutif khususnya seorang presiden, maka mutlak rekam jejak menjadi panduannya termasuk prestasi dan penghargaan yang dimiliki. Ada capres bermasalah dengan pelbagai skandal baik penyimpangan moral dan hukum ada juga capres dengan kinerja membanggakan dan capaian hasil yang membanggakan. Rakyat Indonesia tinggal memilih siapa pemimpin yang layak dan pantas untuk dipilih, atau abaikan capres yang hobi pencitraan bahkan penuh tipu daya dan berpotensi menyengsarakan rakyat.

Pilpres 2024 semakin tinggi tensinya dan mulai memanas menyelimuti atmosfer elit politik dan rakyat akar rumput. Polarisasi dan kontestasi capres dengan irisan partai politiknya semakin terlihat jelas. Secara umum rakyat melihat ada 2 klasifikasi capres berdasarkan kekuatan figurnya dan basis dukungannya.

Pertama capres yang didukung rakyat, kedua capres yang didukung oligarki. Anies Rasyid Baswedan menjadi satu-satunya figur capres yang merepresentasikan dukungan rakyat. Tak cukup hanya itu, Anies juga diusung partai Nasdem, partai Demokrat dan PKS, yang berarti bisa memenuhi presidential treshold yang berarti berhak mengikuti mekanisme prosedural pilples 2024. Selebihnya ada Prabowo, Puan, Airlangga, Erick Tohir, Ganjar, Muhaimin dlsb, yang notabene merupakan capres oligarki. Kontestasi pilpres yang demikian dianggap publik sebagai pesta sekaligus kompetisi demokrasi yang secara substansi menjadi pertarungan antara capres rakyat dan capres oligarki.

Antara Anies dan beberapa nama seperti Prabowo, Puan, Airlangga, Erick Tohir, Ganjar, Muhaimin dlsb, bisa dianalogikan antara figur capres aliran putih dan capres aliran hitam. Anies sebagai capres putih, mewakili aspirasi dan kehendak rakyat akan tuntutan perubahan Indonesia yang lebih baik. Anies dengan forto polio yang menakjubkan lahir dan berproses sebagai pemimpin dan capres yang didukung, dielu-elukan dan dicintai rakyat. Sementara selain Anies, yaitu Prabowo, Puan, Airlangga, Erick Tohir, Ganjar, Muhaimin dlsb, semuanya oleh publik terlanjur dicap identik dengan bagian dari rezim sekaligus boneka oligarki. Selain menjadi kroni rezim kekuasaan yang gagal dan membuat banyak rakyat menderita. Capres-capres oligarki yang juga diendors dan menjadi keinginan Jokowi itu, hampir semuanya telah menjadi sandera politik. Hanya kedekatan dan kemampuan menjilat rezim kekuasaan yang membuat capres-capres oligarki itu selamat dari kejahatan moral dan pidana utamanya korupsi.

Berhadapan dengan bakal capres yang disupport oligarki dan rezim kekuasaan, Anies menjadi berbeda secara karakter dan integritasnya. Capres-capres sokongan Jokowi, oligarki dunia usaha dan partai politik feodal itu, berlumuran nista dengan catatan hitam dalam pemerintahan selama ini. Mulai dari BUMN, KTP E, alih fungsi lahan, kardus durian, food eastate hingga film biru dan masih banyak lagi, melibatkan capres-capres yang miskin moral dan kaya korupsi. Hanya Anies yang masih memberi harapan perubahan bahwasanya Indonesia bisa lebih baik dan rakyatnya masih bisa menikmati negara kesejahteraan dengan mengadakan kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali.

Dengan Piagam Kesepakatan Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang dibuat Anies Baswedan bersama partai Nasdem, partai Demokrat dan PKS. Maka Anies semakin bertumbuh dan menguat menjadi capres yang mewakili rakyat yang menginginkan perubahan Indonesia menjadi lebih baik. Rakyat diam-diam sudah tahu dan bisa menentukan siapa presidennya pada pilpres 2024. Anies tak bisa disangkal dan tak bisa dijegal, ia terbukti sebagai pemimpin harapan perubahan. Anies kini telah menjadi tumpuan rakyat untuk keselamatan Panca Sila, UUD 1945 dan NKRI. Pencapresan figur Anies dibandingkan dengan pencapresan sosok lainnya, seperti dua kutub yang berbeda. Dari yang gegap gempita dan menjadi silent mayority, semua tahu mana capres rakyat mana capres oligarki.

Dari pinggiran catatan labirin kritis dan relung kesadaran perlawanan.

Bekasi Kota Patriot,
25 Maret 2023/3 Ramadhan 1444 H.