Jokowi dalam Kegelapan

Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)

Negara dibawah kendali Jokowi terus mengalami kemunduran, kekacauan dan kehancuran di semua aspek sendi kehidupan bernegara. Justru di saat saat Jokowi akan mengakhiri kekuasaan dan menjadi “Jokowi masa lalu” apa yang akan terjadi dalam rekam jejak sejarah yang akan ditinggalkan.

Sangat besar kemungkinan peluangnya sempit untuk bisa menorehkan tinta sejarah yang terang, cerah dan gemilang, bisa terjadi tersisa tapak sejarahnya berantakan, buram dan gelap.

Kegelapan yang terjadi tidak semua kekeliruan Presiden Jokowi :

“Pertama”, rezim Jokowi sudah masuk dialam UUD 2002, memaksa negara ke alam liberal kapitalis.

“Kedua”, Presiden Jokowi lengah memberi karpet merah Taipan Oligarki masuk bebas di kabinetnya bukan hanya ikut mengatur bahkan akhirnya menentukan kebijakan negara.

Negara dan kekuasaan liar tanpa kendali dan arah ketika UUD 45 sudah diganti dan Pancasila sudah menghilang sama saja Negara Proklamasi 17 Agustus 1945 sudah tidak ada. Rezim dan Presiden berubah hanya menjadi boneka Taipan.

Awal kegelapan, negara kehilangan pegangan, panduan dan kendali sebagai kompas dalam mengamankan, mengelola, mengendalikan dan mengatur negara.

Tiba saatnya hukum menjadi alat kekuasaan, perwakilan rakyat tercabut dari MPR. Eksekutif, legislatif dan yudikatif bersatu menguasai negara kesatuan menjadi tirani. Aparat hukum dan keamanan diberdayakan untuk mengawal kehendak mereka.

Baca juga:  Mantan KSAD dan Prof Sri Edi Swasono Ikut dalam Petisi 100 Makzulkan Jokowi

Rakyat tidak berdaya, sesekali hanya bisa ngomel di media sosial. Sebagai alat pelampiasan kejengkelan. Setelah puas ngomel di media sosial, mereda dengan sendirinya.

Penguasa sangat mengetahui bahwa kemarahan rakyat di media sosial bersifat sementara. Kemarahan selalu kandas menjadi gerakan patriotik melawan kezaliman. Prof. Din Syamsudin menghitung tidak lebih hanya dalam jangga tiga minggu akan mereda dan menguap.

Sementara kekuasaan dikelola seperti hutan rimba. Suka suka membuat, mengubah Peraturan dan UU sesuai kehendaknya. Semua lancar karena kekuatan legislatif sudah dalam kendali dan genggamannya.

Kekuatan senayan lumpuh total sebagai badan pengawas eksekutif. Perannya sebagai wakil rakyat sudah bergeser sebagai wakil Eksekutif, melaksanakan semua kebijakan dan perintah Presiden.

Korupsi meraja lela, sudah merambah ke semua lini kekuasaan dari pusat sampai lini terbawah. Sudah menjadi kebiasaan dan semua berjalan sesuai kekuatan eselonnya masing masing.

Korupsinya menerjang semua instansi bahkan indikasi kuat sudah masuk di badan perwakilan rakyat sebagai barter politik. Rakyat seperti sudah bisa menebak ada suara keras dari lorong gua senayan atas nama rakyat, itu pertanda sedang ada transaksi atau nego banter politik yang sedang berjalan.

Makin keras gaungnya pertanda nominal belum disepakati. Begitu suara mereda dan nyaris menghilang mereka sudah bercumbu kembali dalam satu kolam dalam keramaian.

Baca juga:  Kematian Mas Didi Kempot, Apa yang Bisa Kita Ambil Hikmah?

Rakyat tidak bisa apa-apa, dan tidak mampu berbuat apa-apa. Tidak mampu melawan. Siapa yang mau membela hak rakyat, apalagi rakyat tersebut tidak berani membela haknya sendiri. Hal ini sudah dipahami benar oleh penguasa.

Demokrasi sudah melebihi fungsinya sebagai demokrasi terpimpin, keadilan dan kekuasaan pengadilan sudah dalam remot sesuai kehendak penguasa.

Cita cita kehidupan sesuai arah tujuan negara sebagai tercantum dalam pembukaan UUD 45 : “menyatakan bahwa tujuan Pemerintah Negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan ….”,. menjauh.

Makna demokrasi, keadilan, kebersamaan, kesetaraan dan kedamaian dalam kehidupan bersama dibawah kendali nilai nilai Pancasila lenyap total. Berubah menjadi kehidupan yang kering, gaduh, saling bermusuhan, memangsa dan membunuh satu sama lain, berubah watak menjadi liberal kapitalis.

Negara terus meluncur dalam ketidak pastian. Detik demi detik terus berjalan, sambil menunggu kehancuran.

Sangat terasa Jokowi akan gagal menorehkan tinta sejarah yang terang, cerah dan gemilang dalam cerita “Jokowi masa lalu” tersisa Jakowi dalam kegelapan, buram bahkan hitam dan gelap.