Oleh Asyari Usman (Jurnalis Senior Freedom News)
Breaking News yang bikin Broken Heart. Seluruh rakyat tertusuk perasaannya. Hari ini, Selasa (7/3/2023), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir 40 rekening bank atas nama Rafael Alun Trisambodo dan keluarganya. Kata PPATK, transaksi di semua rekening itu mencapai nilai 500 miliar rupiah.
“Kemungkinan akan bertambah,” kata Ivan Yustiavandana, Kepala PPATK. Maksud Ivan, nilai transaksi di puluhan rekening itu akan lebih dari 500 miliar.
Di antara 40 rekening yang dibekukan itu, ujar Ivan, termasuk rekening atas nama Mario Dandy Satrio –anak Rafael yang menganiaya David, putra dari petinggi GP Ansor –Jonathan Latumahina. David masih dalam kodisi tak sadarkan diri.
Rafael sendiri telah diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pengunduran dirinya dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ditolak oleh Menteri Keuangan. Di lini lain, hampir dipastikan Rafael akan menghadapi proses hukum dengan tuduhan korupsi dan pencucian uang.
Dengan terungkapnya 40 rekening Rafael dan keluargnya yang beromset 500 miliar rupiah, apa yang harus dilakukan? Apakah cuma diungkap lalu didiamkan?
Yang jelas, temuan PPATK itu akan menimbulkan dampak psikologis yang sangat besar terhadap segenap pegawai Kemenkeu, terkhusus di lingkungan DJP. Rafael melumuri DJP dengan kotoran.
Karena itu, Menteri Keuangan harus mengambil langkah-langkah tegas dan objektif. Yang pertama, semua pegawai Ditjen Pajak yang berurusan langsung dengan wajib pajak (WP), terutama WP besar, harus diperiksa secara ketat dan maraton. PPATK diminta untuk meneliti rekening bank mereka. Pemeriksaan ini bukan “profiling” atau praduga bersalah. Melainkan salah satu cara untuk mengalienasi mereka yang bermasalah.
Yang kedua, PPATK –berdasarkan penelusuran rekening para pegawai pajak- bisa memberikan advis kepada Menteri Keungan tentang personel pajak yang berpotensi masuk “Barisan Rafael”. Advis yang berbasis data itu setidaknya bisa ikut berperan menjadi peringatan dini tentang bahaya yang akan terjadi. Sehingga, jajaran pimpinan Kemenkeu bisa mengambil tindakan preventif.
Yang ketiga, Menteri Keuangan perlu melakukan rotasi konstan dalam penugasan orang-orang yang berurusan dengan WP. Rotasi dilakukan dengan interval yang relatif singkat agar para petugas dan WP tidak sampai berinteraksi terlalu dekat.
Yang keempat, para pegawai pajak yang mempunyai isi rekening di atas jumlah tertentu –misalnya dua miliar rupiah– yang dianggap mencurigakan, harus segera dibekukan rekening-rekening itu. Pemilik rekening harus menjelaskan transaksi yang tercatat di semua rekening mereka.
Yang kelima, Kemenkeu harus melakukan pembenahan sistem pelaporan dan penetapan pajak, khususnya WP korporasi ukuran besar. Pelaporan perlu dibuat lebih sederhana, tidak bertele-tele, tidak memakan banyak waktu, dan sedapat mungkin bisa dikerjakan oleh para manajer tanpa meminta bantuan konsultan pajak. Sebab, sekarang ini terungkap bahwa banyak konsultan pajak yang mengajarkan WP untuk menyembunyikan pajak.
Yang keenam, pegawai pajak yang terindikasi berkolusi dengan WP harus segera dinonaktifkan. Bila indikasi berubah menjadi bukti yang kuat dan meyakinkan, segera saja dipecat.
Enam langkah ini belum tentu bisa mengekang dan mempersempit ruang gerak kolusi dan korupsi. Tetapi, setidaknya para pegawai pajak akan berpikir berkali-kali untuk melakukan penyelewenangan.
Kita semula terbelalak ketika mendengar Rafael punya harta 56 miliar yang sangat pantas dicurigai asal usulnya. Sekarang, PPATK mengatakan jumlah itu mencapai 500 miliar. Bahkan, ada yang meyakini kekayaan dia jauh lebih besar lagi.
Mungkinkah hanya satu-dua orang seperti Rafael? Rasanya tidak mungkin. Dia tidak bisa bermain sendiri. Karena itu, lebih aman kalau PPATK mengambil langkah pembekuan rekening milik pegawai DJP kalau isinya di atas dua miliar dan mengusutnya sampai tuntas.[]
8 Maret 2023