BPKH Cemas dan Panik

Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)

Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) adalah lembaga yang melakukan pengelolaan Keuangan Haji. Keadaan internal BPKH lagi goyang. Pejabatnya cemas, khawatir, panik karena makin banyak jemaah mengajukan penarikan kembali dana pelunasan BPIH haji.”

“Sejak awal tahun, sudah ada sekitar 500 jemaah yg ajukan penarikan”. Kena apa panik, masa cuma 500 jemaah ajukan penarikan bikin cemas dan panik BPKH.

Padahal total penarikan dana 500 orang kan hanya = Rp 39 jt x 500 = Rp 19,5 M ( sangat kecil ). Ada sinyal ada kesulitan untuk membayarnya.

Laporan BPKH Desember 2022 unaudited menyatakan: total dana kelola adalah Rp 166 T, penempatan di Bank Rp 48,97 T, nilai manfaat ada Rp 10 T. Kalau memang itu benar dan uang ada di bank pasti aman dan segera bayar. Kenapa untuk bayar penarikan Rp 19,5 M saja harus panik

Bukankah lebih dari cukup untuk melunasi? Kalau benar uangnya ada, bayarlah penarikan kembali biaya ibadah haji untuk para jamaah yang mengundurkan diri karena tidak mampu untuk bayar tambahan yang diminta karena ada kenaikan biaya ditahun 2023.

Jangan-jangan benar apa kata Bang Rizal Ramli: Bahwa dana haji yg dikelolah BPKH hanya tersisa Rp 18 M. Sisanya lagi jalan-jalan, entah di investasikan kemana dengan posisi hasil yg tidak jelas untung atau rugi.

Pernyataan bang Rizal belum tentu salah, bisa jadi benar, kenapa?. Karena laporan keuangan BPKH belum pernah diaudit.

Kalau benar kata bang Rizal, dana haji hanya tersisa Rp 18 M, maka menjadi benar kurang dan BPKH kesulitan untuk membayar penarikan Rp 19,5 M.

Kalau yang mundur terus bertambah dari sekitar 500 jemaah haji saat ini, resiko BPKH harus mengembalikan uang ke calon jamaah haji akan lebih besar lagi.

Berapapun jumlahnya karena itu uang jamaah dan diminta kembali, sesuai amanah UU harus dibayar atau dikembalikan.

Atas kejadian itu BPKH jangan membuat rekayasa atau menyusun strategi demi meyakinkan jemaah untuk batalkan penarikan dana atau mencegah penarikan dana oleh jemaah lainnya secara luas, karena tidak bisa membayar.

BPKH panik karena berdasarkan laporan BPKH sendiri, dari total Rp 166 T dana haji yang dikelolah BPKH, bahwa dan Rp 116 T nya tidak ada di tempat. Konon sedang diinvestasikan jangka panjang dengan posisi pengembalian yang tidak transparan dan tidak jelas untung atau rugi.

Maka ketika jemaah ramai-ramai narik dana, BPKH mau ambil duit dari mana buat membayarnya. Pantas cemas dan panik.

Resiko bukan hanya kepada BPKH otomatis akan berdampak pada APBN dan memicu masalah saldo debet serta ambruknya CAR Bank Muamalat.

Dari Rp 116 T dana haji yang diinvestasikan BPKH, 70,05% atau setara Rp 115 T dialokasikan untuk investasi atau membeli Surat Utang Negara (Obligasi pemerintah).

Kata lain uang sedang dipinjamkan lewat pembeli obligasi. Maka BPKH harus menunggu jatuh tempo pelunasan atau pengembalian dana jemaah haji yang sedang dipinjam pemerintah agar bisa lunasi penarikan dana jemaah.

Masalahnya kapan dikembalikan oleh pemerintah. Tidak tahu kapan dan berapa lama Pemerintah mau dan mampu mengembalikan dana jamaah haji yang di pinjam. Dana haji yg diinvestasi di SUN masuk APBN.

Jemaah haji yg mengajukan penarikan dana harus nunggu pemerintah kembalikan uang mereka terlebih dahulu.

Situasi terkini APBN 2023 sedang mengalami defisit atau rugi Rp 598,2 T. Bahkan primary balance APBN 2023 defisit Rp 156,8 T.

Artinya dana ibadah haji yang dipinjam pemerintah dan masuk dalam APBN kondisinya tidak aman, baik pengembalian, apalagi tentang bunga utang dan hasil investasinya.

Giliran keadaan darurat, jemaah haji yang disuruh memikul beban lewat kenaikan biaya biaya.

Giliran jemaah keberatan, milih narik dana dan batalkan haji, mereka malah balik menjawab dengan siasat macam macam untuk saling melindungi.

“Inilah salah satu alasan terbesar BPKH panik menanggapi penarikan dana jemaah”.

Sangat disesalkan DPR ( khususnya Komisi VIII), mestinya bisa menjaga dan mengamankan uang jamaah haji, sejak awal sudah menyerah dengan pemerintah. Tak berdaya menjalankan fungsi pengawasannya.

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News