by M Rizal Fadillah
Presiden Jokowi disinyalir melawan Putusan MK dalam kasus UU Cipta Kerja. Alih-alih menjalankan Putusan MK, Presiden justru menerbitkan Perppu. Di samping itu Presiden Jokowi juga terang-terangan telah melanggar UU No 39 tahun 2008 tentang Kementrian Negara khususnya yang berkaitan dengan perangkapan jabatan.
Pasal 23 UU No 39 tahun 2008 tersebut menyatakan bahwa :
“Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai :
a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau
c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN dan/atau APBD”
Perangkapan jabatan menurut Ombudsman potensial untuk terjadinya tindak pidana korupsi. HU Pikiran Rakyat memberitakan dari 144 BUMN atau sejenis terdapat 541 jabatan komisaris atau dewan pengawas yang 41 % atau 222 merangkap jabatan sebagai pejabat pemerintah. Belum BUMD yang menempatkan Sekda sebagai komisaris BUMD.
Yang kini diramaikan adalah “pemaksaan” dua Menteri untuk merangkap sebagai Ketum dan Waketum PSSI. Keduanya yaitu Menteri BUMN Erick Thohir dan Menpora Zainudin Amali. Izin Presiden atas kedua Menteri ini adalah bentuk nyata adanya izin untuk melanggar Undang-Undang. Sementara pola pemilihan pada KLB PSSI itu sendiri tercium aroma rekayasa agar kedua Menteri tersebut dipaksakan untuk menjabat.
Kekacauan luar biasa terjadi dimana Waketum PSSI adalah Menpora Zainudin Amali. Saat Menpora memanggil dan memberi arahan kepada Ketum PSSI maka sama saja Waketum memanggil dan mengarahkan Ketum nya sendiri.Sistem yang berantakan secara hukum dan etika.
HU Pikiran Rakyat juga memberitakan bahwa ada sejumlah Menteri yang rangkap jabatan sehingga dapat dikualifikasikan melanggar Undang-Undang. Menteri Basuki Hadimuljono merangkap sebagai Ketum PB PODSI, Hadi Tjahjanto merangkap Ketum Forki.
Lalu, Ketua BPK Agung Firman Sampurna merangkap Ketum PBSI, Luhut Binsar Panjaitan merangkap Ketum PB PASI, Airlangga Hartarto merangkap PB Wushu dan Prabowo Subianto merangkap PB IPSI.
Dengan Erick Thohir dan Zaenudin Amali yang merangkap Ketum dan Waketum PSSI maka sempurnalah pelanggaran itu.
Potensi korupsi dan conflict of interest sangat terbuka. Perlu ada pengawasan dan pemeriksaan seksama. Sayangnya sekelas Ketua BPK saja ikut-ikutan rangkap jabatan. Berat kondisinya, bisa-bisa nantinya maling teriak maling.
Mau dibawa kemana negara ini ?
Jokowi itu Presiden tukang labrak hukum. Jika tidak menggunakan hukum untuk kepentingan kekuasaan maka yang dilakukan adalah mengabaikan atau menabrak hukum. Negara hukum hanya slogan sebab prakteknya adalah negara kekuasaan. Negara maling yang memanfaatkan jabatan. Olahraga dijadikan ajang kepentingan politik bahkan diduga tempat mengeruk dana negara untuk bancakan. Pantas mafia sulit diberantas.
Ahli Hukum Tata Negara menyatakan bahwa Presiden yang melakukan pelanggaran atas Undang-Undang maka kualifikasinya sama dengan melakukan penghianatan terhadap negara. Jika dihubungkan dengan Pasal 7A UUD 1945, maka hal itu sudah menjadi dasar bagi terpenuhinya syarat bahwa Presiden dapat segera untuk dimakzulkan (impeachment).
Pelanggaran itu sangat terang benderang seterang sinar bulan purnama di tengah malam bahkan matahari di siang bolong. Kini, ayo DPR dan MPR berdayalah. Bangun keberanian dan tanggung jawab.
Wakil Rakyat itu bukan Aparatur Pemerintah.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 22 Februari 2023