Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)
Demokratisasi yang menjunjung tinggi kebebasan jadi landasan kita dalam mengaktualisasikan diri termasuk dalam persoalan politik elektoral seperti pentas demokrasi pemilu periodik lima tahunan, sedang dirusak
Kebebasan individu yang dijamin konstitusi mencerminkan tingginya popularitas sistem demokrasi, akan di bonsai, dikerdilkan bahkan dinihilkan. Kebebasan berpolitik seharusnya tetap dijaga dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika.
Tugas negara sesuai rambu rambu Pancasila adalah menjaga kebebasan dalam keseimbangan dan tetap terjaganya keutuhan, kesetaraan, kebersamaan bukan justru menjadi komprador memperbesar friksi-friksi perpecahan yang sebelumnya memang menjunjung tinggi setiap perbedaan yang melingkupi medan kehidupan Indonesia yang serba multi (agama – etnis – ras suku, aliran dll).
Masyarakat makin curiga ketika kekuasaan justru terlibat penyebaran isu-isu dan wacana sampiran hingga membatasi ruang gerak demokrasi, dengan narasi atau dalih Politik Identitas.
Politik Identitas, adalah gerakan politik yang didasarkan pada kesamaan identitas suatu kelompok, kelas sosial, dan lainnya. Politik Identitas sejatinya lebih identik dengan minoritas atau mereka yang tertindas dibersamai perasaan senasib sepenanggungan karena ditindas akibat identitas mereka yang berbeda dengan para pemegang kekuasaan, membuat mereka bersatu dan bergerak menuntut hak-hak politik yang setara.
Kilas balik penguasa justru melawan balik kelompok yang kurang searah, atau sebaliknya. Bahkan ingin memaksa semua harus sejalan dengan keinginan Politik Identitas penguasa.
Saat bersama sebagian rakyat sudah ada stigma bahwa penguasa saat ini tak lebih hanya sebagai kekuatan politik identitas sekularis dan kapitalis yang hanya satu arah ingin terus menggenggam dan memperkuat kekuasaannya untuk terus berkuasa.
Macam macam isu di muntahkan, radikalis, ekstrimis, teroris, terahir narasi politik identitas di kemas sedemikian buruk bukan hanya untuk melemahkan kawan tetapi menghancurkan lawan yang tidak sejalan dengan nafsu penguasa.
Politik Identitas tidak akan muncul seperti amunisi nuklir untuk menyerang Anies Baswedan hanya awalnya karena Ahok kalah dalam pilkada DKI. Saat ini menjadi sirkuit propaganda untuk menyerang Anies Baswedan – bahkan melebar akan menyerang kelompok minoritas yang termarjinalkan bahkan terlihat akan menyerang mayoritas umat Islam.
Rekayasa narasi politik identitas dari penguasa terlihat jelas akan mengadu domba dan mencetak kesan capres yang tidak sesuai dengan penguasa adalah musuh negara dan harus dihabisi dengan cara apapun.
Masyarakat yang telah tenang dengan damai dan terus hidup dalam alam perbedaan Bhineka Tunggal Ika justru di porak porandakan dengan dalil Politik Identitas penguasa. Merasa sebagai pemilik makna kebenaran mutlak . Ini akibat penghayatan terhadap nilai-nilai Pancasila yang kering berubah menjadi negara sekularis dan kapitalis.
Rezim sadar atau tidak sedang menjalankan Politik Identitas kapitalisnya dengan masif terus menyerang lawan khususnya Capres Anies Baswedan atau Capres siapapun yang tidak dikehendaki penguasa.
Ketika merasa berkuasa setelah menang kontestasi pemilu, mereka ramai-ramai menabur dan melanggengkan kekhawatiran, curiga dan mengganggap bahwa terhadap capres yang berpotensi bisa merugikan bahkan menghancurkan politik identitas kelompoknya.
Politik Identitasnya terus-menerus dihembuskan penguasa, kelompok yang sudah mapan menikmati apa yang dimaui dan diinginkan, mengaku dan menyatakan diri demokrat sejati yang sah sesuai ukuran dan syahwat ngawurnya ingin terus berkuasa.
Tanpa disadari negara sudah jatuh dalam lingkaran setan sektarianisme karena kaum minoritas dianggap ancaman nyata. Bahkan mayoritas umat Islam pun juga diserang dengan modalitas yang sama: “Politik Identitas”.
Situasi ini tiba waktu bisa berubah terjadi sebaliknya ketika panduan Bhineka Tunggal Ika, yang seharusnya dijaga justru dirusak dengan dalih Politik Identitas sebagai alat menyerang lawan politiknya.
Akan terbongkar inilah rezim atau penguasa yang sudah lalai dan mengabaikan UUD 45 dan menihilkan Pancasila, makna Bhineka Tunggal Ika dalam hidup dan kehidupan bernegara.