Istana sedang dalam kekacauan. Perseteruan antara Jokowi dengan Megawati belum reda (malah makin meruncing), sekarang ditambah lagi perseteruan antara Megawati (PDIP) dengan Surya Paloh (Nasdem) dan antara Jokowi (istana) dengan Surya Paloh (Nasdem).
Perseteruan antara SP dan Megawati sudah lama terjadi, walaupun mereka sama-sama dalam partai koalisi Pemerintah. Sampai-sampai jika mereka berdua hadir dalam sebuah acara, Mega tidak mau bersalaman dengan SP. Sepertinya Mega punya dendam pribadi dengan SP yang tak kunjung saling maaf-memaafkan. Dendam itu kini bertambah mendalam ketika Nasdem mencapreskan Anies, yang sebelumnya juga mengusung Ganjar dari PDIP sebagai salah satu kandidat capres Nasdem. Ini dianggap menyalahi aturan PDIP karena Ganjar merupakan kader PDIP.
Ketika SP sudah dianggap “menyeberang” dari koalisi Pemerintah, tapi Nasdem masih ingin tetap berada dalam koalisi sampai tahun 2024. Akhirnya Megawati yang sudah “benci” SP mendesak Jokowi untuk mereshuffle Menteri-menteri dari Nasdem. Tapi nyatanya, setelah SP bertemu Jokowi, tiba-tiba Jokowi urung mereshuffle Menteri Nasdem. Ini makin menambah geram Megawati. Dengan pengaruhnya yang besar di pemerintahan Jokowi yang telah menguasai beberapa jabatan strategis di Pemerintahan, salah satunya adalah Jaksa Agung, akhirnya Megawati mencoba mendepak Menteri Nasdem dengan memperkarakan salah Menteri Nasdem (Menkominfo, Jhonny G. Plate). Ini bukan murni kasus hukum, tetapi lebih bermuatan politik. Jika murni kasus hukum, justru elit-elit PDIP yang seharusnya dibidik oleh Kejagung, karena PDIP adalah sarang koruptor.
Ada kemungkinan semua Menteri Nasdem akan ditersangkakan oleh “bawahan” Megawati. Siapkan Nasdem menerima kenyataan ini ?
Jokowi sendiri sebenarnya sangat kecewa dengan Surya Paloh karena mengusung Anies sebagai capres. Padahal, sudah sama-sama kita ketahui, Anies sangat tidak disukai Jokowi, bukan karena integritas Anies yang buruk, tapi Anies adalah orang yang tidak bisa diajak kompromi (kejahatan) baik oleh Jokowi maupun oligarki para taipan. Anies orangnya sangat lurus, sedangkan Jokowi dan oligarki taipan hidupnya berlumuran dosa, dusta, tipu-tipu, mafia, korupsi, menghalalkan yang haram, dan khianat. Ibaratnya : Anies ibarat air jernih, Jokowi ibarat air lumpur, jika disatukan akan berbahaya. Tidak salah jika Anies adalah anitesa Jokowi (oligarki taipan). Yang bisa membersihkan kain kotor itu air jernih, bukan air lumpur.
Keputusan Surya Paloh (Nasdem) untuk mengusung Anies sebagai Capres adalah keputusan yang tepat, karena hanya Anies yang secara sungguh-sungguh bisa memajukan Indonesia. Anies adalah paket lengkap. Capres yang lain bagus tapi tidak selengkap Anies. Makanya seluruh rakyat sudah menunggu Anies untuk segera menggantikan Jokowi.
Jika rakyat menilai Nasdem sungguh-sungguh dalam mengusung Anies, tidak ragu-ragu atau setengah hati, tahun 2024 kemungkinan besar Nasdem akan menjadi Partai papan atas (berada di 3 besar).
Sayangnya, Surya Paloh sepertinya belum sepenuhnya mendukung Anies. Keputusannya untuk tetap bertahan di kabinet koalisi pemerintah menjadikan langkah Surya Paloh (Nasdem) “tertahan” oleh manuver-manuver istana. Istana jelas akan mencoba menggagalkan Anies sebagai capres. Banyak pengamat (terutama musuh Anies) yang meragukan dan berspekulasi kalau Nasdem bisa balik badan untuk tidak mendukung Anies. Sejauh ini rakyat masih percaya Nasdem, maka ke mana pun Nadem bersafari mendampingi Anies masih disambut dengan welcome bahkan banyak rakyat dan kader partai lain rame-rame masuk Nasdem. Jika Surya Paloh berbalik arah tidak mendukung Anies, dipastikan Nasdem akan kehilangan pendukungnya bahkan bisa terpuruk menjadi partai papan bawah (gurem).
Apakah ini buah simalakama ? Bukan! Sekarang rakyat ingin melihat Nasdem serius mendukung Anies atau Nasdem hanya berfikir pragmatis ingin cari untung di keduanya tanpa kehilangan salah satunya ? Nasdem tetap bermain di dua kaki: Dukung Anies ya, dukung Jokowi juga ya. Dikhawatirkan Nasdem bisa kehilangan kedua-duanya.
Anies sendiri insya Allah akan tetap maju, selain dengan PKS dan Demokrat, bisa ditambah dengan Golkar (setah KIB tidak jelas arahnya), atau bisa dengan PKB. Golkar kemungkinan besarnya dukung Anies, selain faktor kader dan grassroot yang telah dukung Anies, juga Golkar dalam sejarah perpolitikan di Indonesia belum pernah jadi oposisi. Demikian juga PKB, warga Nahdiyyin telah terang-terangan mendukung Anies, tinggal beberapa pengurus intinya yang belum secara resmi dukung Anies.
Jadi, saat ini Anies tanpa dukungan Anies pasti akan tetap maju di pilpres 2024. 2024 insya Allah milik Anies Baswedan. Partai-partai yang mendukung Anies akan memperoleh suara signifikan, sebaliknya partai-partai yang mendukung Jokowi atau anti Anies akan terpuruk menjadi partai papan bawah. Saat ini rakyat hanya percaya Anies.
Wallahu a”lam
Bandung, 19 Rajab 1444
Sholihin MS