Masyarakat awalnya sangat kagum akan keberanian Fahri Hamzah dalam memberikan kritikan pedasnya kepada rezim Jokowi. Kritikannya sangat tajam setajam silet. Bahkan ketika dia dinonaktifkan sebagai Ketua DPR oleh Pimpinan PKS (Partai naungannya) dia masih berani melawan keputusan itu dan mengajukannya ke pengadilan, dan pengadilan memenangkan gugatan Fahri sehingga dia masih tetap sebagai Wakil Ketua DPR.
Tapi mungkin karena “konflik” internal partai, akhirnya Fahri “bercerai” dengan PKS, dan akhirnya bersama Anies Matta mendirikan partai baru, yaitu Partai Gelora. Banyak masyarakat yang masih belum tahu visi-misi dan arah Partai Gelora, yang terbaca justru Partai Gelora lebih condong ke rezim.
Aneh, ketika duduk jadi salah seorang pimpinan PKS kritikan Fahri sangat tajam, tapi ketika sudah gabung dengan Partai Gelora, Fahri mulai “berdamai” dengan Rezim Jokowi. Partai Gelora bersama dengan partai pendukung rezim ikut mendukung Gibran dan Bobby Nasution (menantu Jokowi) menjadi Cawalkot Solo dan Medan. Kritikan terhadap kezhaliman rezim mulai tumpul.
Belakangan, kritikan pedasnya malah ditujukan ke Anies, yang kadang kritikannya tidak adil dan proporsional, seperti soal “bandar” yang menyebabkan deklarasi koalisi tertunda, maupun soal langkah Anies yang “over confident” sebagai Capres yang selalu mengumpulkan massa.
Wah wah wah, kenapa Fahri begitu cepat berubah haluan menjadi “pendukung” rezim zhalim, sampai-sampai memuji-muji langkah KPK dan Firli Bahuri ? Jangan-jangan ada “kasus besar” yang menjerat Fahri ?
Diberitakan oleh banyak media, ternyata Fahri ikut “terjerat” kasus ekspor Benur bersama Azis Syamsudin yang telah menjebloskan Menteri Kemaritiman, Edhy Prabowo. Edhy dan Azis sudah ditahan KPK, kenapa Fahri Hamzah belum ? Teka-teki pun muncul, bahwa Fahri “sengaja” dibiarkan untuk diperalat rezim menjadi senjata membidik Anies Baswedan. Jika itu yang terjadi, pantas saja Fahri telah berubah haluan.
Ternyata oh ternyata, orang setangguh Fahri pun, jika sudah “dikerjain” istana nglumpruk juga. Jadi, apa kehebatan Partai Gelora sehingga memisahkan diri dari PKS ? Jika alasannya moral dan idealisme, PKS justru yang lebih istiqamah.
Sejauh ini PKS satu-satunya partai yang istiqamah dengan garis perjuangannya, walaupun jadi oposisi tidak tergoda dengan iming-iming jabatan dan bujuk rayu rezim untuk tawaran menggiurkan dengan melakukan kebusukan-kebusukan, berbeda dengan partai-partai lain yang tersandera oleh rezim.
Sekarang sudah paham kan kenapa Fahri Hamzah sangat galak kepada Anies Baswedan ? Tak perlu terlalu dihiraukan, tapi tidak pula harus ditolak ide-idenya, kita saring saja pendapat yang baik kita terima, pendapat yang nyleneh kita abaikan. Tidak ada orang yang jatuh karena kritikan, kecuali kalau sudah mengarah ke fitnah tentu kita harus kita sikapi dengan serius.
“Biarkan anjing menggonggong kafilah tetap berlalu”
Semakin Anies banyak ditekan, akan semakin tangguh dan lurus dalam melangkah menuju kesuksesan. Semoga pada waktunya Anieslah sebagai pemenangnya.
Aamiin.
Bandung, 13 J. Tsani 1444
Sholihin MS