Para saksi kurang ajar yang dihadirkan dalam persidangan Sugik Nur Raharja (Gus Nur) dan Bambang Tri Mulyono di Pengadilan Negeri Sukarta.
“Jika pada sidang sebelumnya adinda Ahmad Khozinudin menyebut keterangan saksi-saksi dalam sidang lucu-lucu, maka pada sidang kali ini saya menilai saksi-saksi kurang ajar dalam memberikan keterangan,” kata Tim Advokasi Bela Gus Nur & Bambang Tri Mulyono, Eggi Sudjana kepada redaksi www.suaranasional.com, Rabu (4/1/2022).
Kurang ajar yang pertama, menurut Eggi, semua saksi yang dihadirkan tidak berkualitas. Keterangan yang saksi berikan lebih didasarkan pada asumsi, bukan fakta hukum bahkan banyak lupanya pada hal mereka masih pada muda umurnya .
Saksi Awaludin, Bintang Wahyu Saputra, Muhammad Husni Hasan kurang ajar menuduh Mubahalah menodai agama padahal Mubahalah itu ada di atur dalam Surat Ali Imran ayat 61, itu saja mereka tidak tahu apa itu Mubahalah. Bahkan diduga kuat dibiyai sampai membuat demo didepan Mabes Polri (29/09/2022) dengan tuntutan tangkap Gus Nur & Bambang Tri telah menyebar Fitnah dan Kebohongan,” ungkapnya.
Kata Eggi, para saksi tersebut Ditanya fitnah dan kebohongan itu apa, tidak tahu. Ditanya apa yang menjadi dasar, katanya karena ijazah Jokowi dianggap palsu, padahal saksi meyakini ijazah Jokowi asli.
“Saat ditanya, apakah pernah melihat ijazah asli Jokowi, semua menjawab tidak pernah. Saat ditanya dasar keyakinan ijazah Jokowi asli, semua menjawab dengan asumsi kalau palsu mustahil Jokowi bisa jadi Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta hingga menjadi Presiden dua periode. Saat dikasih tahu, Bupati Simalungun JR Saragih gagal Maju Pilgub Sumut karena ijazah palsu, semua pada bungkam,” ungkapnya.
Saat ditanya, mereka para saksi meyakini berdasarkan asumsi, ijazah Jokowi asli, lalu Bambang Tri memastikan dan menetapkan berdasarkan penelitiannya di Buku Jokowi Undercover 2 Ijazah Jokowi palsu, para saksi tidak bisa menyalahkan keyakinan Bambang Tri. Kalau mereka para saksi yakin, kenapa tidak melakukan Mubahalah menantang Bambang Tri? Kenapa bikin demo dan dukungan untuk menangkap Gus Nur dan Bambang Tri? benar-benar Kurang ajar, bagaimana hasil penelitian dilawan dengan Asumsi ? .
Kurang ajar yang kedua, menurut Eggi, saksi Martharini Christiningsih, saat diperiksa dalam BAP di Polres Surakarta menggunakan KTP yang beragama Islam, memberikan keterangan dengan identitas Islam dan mengakui keterangan yang dibuat yang menyatakan:
“Saksi sebagai umat Islam merasa tidak nyaman dan tidak setuju karena Al Qur’an yang suci digunakan/dipakai sebagai sarana untuk menutupi kebohongan agar orang percaya bahwa apa yang dia sampaikan adalah benar, padahal aslinya adalah bohong. Karena Saksi tahu kebenaran terkait bahwa Sdr JOKO WIDODO benar pernah bersekolah di SDN Tirtoyoso Nomor 111 yang beralamat di Jl Tirtonadi No. 1, Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah yang telah lulus pada tahun 1973.”
Padahal, kata Eggi dalam persidangan Saksi Martharini Christiningsih, Spd selaku Kepala SD Tirtoyoso 111, sebelum diambil keterangannya, saksi mengaku beragama Kristen Protestan dan diambil janji, dimana tangan kirinya diletakkan diatas injil.
“Apa dasarnya Saksi Martharini Christiningsih menyatakan sebagai umat Islam, padahal agama Saksi Martharini Christiningsih adalah Kristen Protestan?” tanya Eggi.
Apa dasarnya Saksi Martharini Christiningsih keberatan dengan Sumpah Mubahalah dibawah kitab suci al Qur’an, padahal agama Saksi Martharini Christiningsih adalah Kristen Protestan dan berkitab suci Injil?
Keterangan Saksi Martharini Christiningsih ini, kata Eggi benar-benar kurang ajar. Lancang terhadap urusan umat Islam yang bukan urusannya, kirannya hal ini perlu di buat LP nya .
Menurut Eggi, kurang ajar yang ketiga, persidangan adalah sarana untuk mencari kebenaran materill. Karena berkaitan dengan masa depan, nasib dan status terdakwa Gus Nur dan Bambang Tri yang saat ini sudah dipenjara.
Sangat tidak layak, upaya penasehat hukum yang membela terdakwa dianggap akan merugikan terdakwa. Hakim tidak berwenang menilai kerja Advokat dalam membela klien, apalagi ditakut-takuti dengan narasi akan merugikan hak terdakwa. Di mana hak terdakwa yang dirugikan? Apa karena penasehat hukum membela secara gigih, melawan ketidakadilan di persidangan, akan menyebabkan terdakwa divonis bersalah?
Semua memiliki kode etik profesi, sebaiknya saling menginstafi diri bukan malah menyampaikan pandangan yang menjustifikasi. Semua sudah paham tugas masing-masing. Jaksa mendakwa dan menuntut, pengacara membela, dan hakim yang memutus perkara.
Semakin lama, terasa sekali kasus ini sangat kental dugaan adanya intervensi kekuasaan dalam kasus bahkan diduga kuat para saksi yang ditampilkan kemarin kedatangannya ke Solo tentu dibayarkan akomodasi nya juga uang Saku nya . Wajar saja, karena ini menyangkut status RI-1.
“Tetapi saya tetap berlhusnudz dzan, pada akhirnya hakim yang sebagai wakil tuhan di muka bumi ini akan memutus berdasarkan pemeriksaan , mengadili dgn penuh rasa tanggung jawab pada ALLOH SUBHANNAHU WA TA ALA melalui keyakinannya, dan memberikan keadilan bagi terdakwa, bukan melayani kehendak penguasa. Semoga, Alloh subhanahu wata’ala menolong kami dalam urusan ini, amien,” pungkas Eggi.