Tak bisa ditampik, Mayjen TNI (Purn) Prijanto adalah salah satu prajurit Sapta Marga yang sampai hari ini tetap setia membela tanah airnya meski tidak lagi aktif sebagai tentara.
Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2007 -2012 yang akrab disapa pak Pri ini, belum lama menulis buku yang diberinya judul “Untaian Butir-Butir Mutiara Konstitusi Indonesia” yang diterbitkan oleh PT Sumber Inovasi dan dicetak oleh Bina Bangun Bangsa.
Buku setebal 314 halaman yang sudah mengalami 3 kali cetak ulang ini berisi pemikiran pak Prijanto ditambah pandangan sejumlah tokoh tentang konstitusi negara, yakni UUD 1945, Pancasila, NKRI dan Persatuan Bangsa.
Menurut pak Prijanto, buku yang diberi kata sambutan oleh Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo dan Ketua DPD RI, LaNyalla Mahmud Mattalitti ini adalah wujud dari komitmennya pada 50 tahun lalu saat berikrar melalui Hymne Taruna Akabri Darat di Lembah Tidar Magelang. Saat itu, kata pak Pri, para Taruna bersumpah bahwa; “Demi Allah yang Maha Esa, kami bersumpah setia membela nusa dan bangsa, tanah tumpah darah.”
Komitmen itulah yang kemudian beliau tuangkan dalam buku ini, justru di saat beliau sudah berusia 70 tahun tapi masih diberi kesehatan dan kemampuan untuk berpikir.
Saya sendiri menilai buku yang terdiri dari 5 Bagian ini sarat dengan pikiran dan gagasan orisinal pak Pri terkait kehidupan kebangsaan dan kenegaraan Indonesia pasca reformasi 1998. Pemikiran itu ditambah pula dengan pandangan sejumlah tokoh tentang tema yang menjadi pokok bahasan pak Pri dalam buku yang cukup tebal ini.
Terkait tekadnya untuk mengajak semua elemen bangsa kembali ke UUD 1945 yang asli, pak Prijanto dengan tegas menyebut alasannya adalah karena UUD 1945 adalah “roh” dari adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bagi pak Pri, seperti yang juga diungkapkannya dalam buku ini, adalah sangat sulit untuk bisa memahami jika mereka bilang bahwa mereka bekerja dan menyusun amandemen UUD 1945 atas dasar nilai-nilai Pancasila, tapi mereka justru mencabut Pedoman Penghatan dan Pengamalan Pancasila seolah-olah Pancasila tiada arti dan pencabutan tersebut membuat rakyat takut dicap sebagai orde baru.
Sementara itu Ketua DPD RI, LaNyalla Mahmud Mattalitti, dalam sambutannya menyebut, selain buku ini sangat layak sebagai literasi untuk memperkaya bahan diskusi seputar Konstitusi Indonesia, ia juga mendukung isi buku ini untuk memperkaya pemahaman kita sebagai anak bangsa yang ingin negaranya kuat, berdaulat dan besar.
Bagi saya sendiri, pemikiran dan gagasan yang diutarakan pak Pri dalam buku ini sudah sejalan dengan pendapat mantan Panglima ABRI/mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, serta pendapat Ketua DPD RI, LaNyalla Mattalitti dan sejumlah tokoh bangsa lainnya. Tinggal kini bagaimana mewujudkan kesamaan pandangan tersebut dalam langkah nyata demi mengembalikan konstitusi negara ini ke Undang-Undang Dasar Negara RI yang asli, yakni UUD 1945 sebelum diamandemen. (*)