Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa menjadikan pesaingnya di Pilpres 2019 Prabowo Subianto sebagai pembantunya. Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan juga dijadikan pembantu oleh Jokowi.
“Lawannya bisa jadi pembantunya. Itulah Jokowi, lawan dirangkul dan ditekuk,” kata politikus senior PDIP Panda Nababan di channel Youtube Total Politik berjudul “Strategi Jitu Merangkul Lawan Politik, Perbedaan Jokowi dan Soeharto Ft Panda Nababan”
Kata Panda, Jokowi dalam menghadapi lawan politik lebih menggunakan seni. “Lawan dirangkul dan ditekuk lebih menggunakan seni,” paparnya.
Panda membantah, Jokowi membungkam lawan politiknya seperti yang dilakukan Soeharto. “Ada tidak istitusi yang dilakukan Laksus di kodam-kodam sekarang ini? Ada mekanisme ketua DPD harus seizin Kodam itu terjadi pulihan tahun di era Orba,” jelasnya.
Kata Panda, saat ini Jokowi mempunyai kekuatan yang penuh tetapi menggunakan seni dalam menghadapi lawan politiknya. “Jokowi merangkul dan menekuk lawan politik. Ini lebih berseni seperti yang diperlihatkan ke Prabowo,” papar Nababan.
Selain itu, ia mengatakan, pernyataan Ketua DPD La Nyalla Mattalitti dan Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) yang meminta menunda pemilu tidak ada pengaruhnya dalam percaturan politik nasional.
“Omongan La Nyalla dan Bamsoet tidak ada pengaruhnya, beda yang ngomong ketua umum partai politik. Omongan mereka tidak mempunyai dampak serius. Mereka bukan tokoh berpengaruh di partai politik dan nasional. Bamsoet hanya meramaikan saja,” jelasnya.
Kata Panda, di Golkar ada Ketua Umum Airlangga Hartarto yang juga menjabat Menkoperekonimian sangat berpengaruh dalam perpolitikan nasional. “Di Golkar belum lagi pengatur dari luar seperti Aburizal Bakrie, Agung Laksono, Akbar Tanjung. Mereka masih punya pengaruh di Golkar,” ungkapnya.
Golkar masih mempunyai MKGR, Soksi, Kosgoro sebagai penompang partai dan ini berbeda dengan PDIP. “Di PDIP sudah tidak ada bekas PNI, bekas Murba, bekas Parkindo. Kalau di PPP masih kelihatan, ini orang Perti, Parmusi,” jelas Panda.