Presiden Indonesia pertama Soekarno (Bung Karno) sangat terbuka dan bisa berdialog dengan tokoh-tokoh Wahabi. Bung Karno tidak pernah melarang wahabi di Indonesia.
“Bung Karno tidak pernah anti-Wahabi, malah berdiskusi dg ulama Wahabi,” kata Guru Besar Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Prof Aidul Fitriciada A di akun Twitter-nya @AidulFa, Sabtu (29/10/2022).
Kata Aidul, Bung Karno berdiskusi dengan tokoh-tokoh wahabi di antaranya Natsir dan pendiri Persis A Hasan. “Sulit membayangkan BK tanpa Natsir dan A. Hasan yg jelas Wahabiah. BK justru anti liberalisme,” ungkapnya.
Aidul heran dengan pengikut Bung Karno yang tidak mau berdiskusi dengan kelompok wahabi. “Ironisnya, pengikut BK sekarang tidak mau berdialektika dg Wahabi dan membela liberalisme mati-matian,” pungkas Aidul.
Dalam buku Bung Karno “Dibawah Bendera Revolusi” Jilid Pertama (cetakan kedua), yang diterbitkan oleh Panitia penerbit Dibawah Bendera Revolusi pada tahun 1963.
Dalam buku itu (halaman 390) Bung Karno mengatakan
” Cobalah Pembaca renungkan sebentar “Padang Pasir” dan Wahabisme” itu. kita mengetahui jasa Wahabisme yang besar : ia punya kemurnian, ia punya keaslian,murni dan asli sebagai udara padang pasir “kembali kepada asal, kembali kepada Allah dan Nabi, kembali kepada Islam sebagai dizamannya Muhammad. kembali kepada kemurnian, tatkala Islam belum dihinggapi kekotorannya seribu satu tahayul dan seribu satu bid’ah. lemparkanlah jauh-jauh tahayul dan bid’ah itu, nyalakanlah segala barang sesuatu yang membawa kepada kemusyrikan, murni dan asli sahaja. udara padang pasir juga angker, juga kering, juga tidak kenal ampun, juga membakar, juga tak kenal puisi, tidakkah Wahabisme begitu juga? Ia pun angker, tak mau mengetahui kompromi dan rekonsiliasi. Ia pun tak kenal ampun, leher manusia ia tebang kalau leher itu memikul kepala yang otaknya penuh dengan fikiran bid’ah dan kemusrikan dan kemaksiatan”