Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) diduga menjadi tempat berkumpulnya aktivis PKI Gaya Baru. Mereka ini merasa terlindungi di partai berlambang Moncong Putih.
“PKI Gaya Baru, ngumpulnya di PDIP,” kata Putri Jenderal Ahmad Yani, Amelia Yani di Channel YouTube UI Watch berjudul “Apakah Presiden Soekarno Terlibat G30S/PKI? Dengarkan Kesaksian Amelia, Putri Jenderal Ahmad Yani Ini”.
Amelia juga berbicara rekonsiliasi antara keluarga PKI dengan pahlawan Revolusi. “Kita berbicara rekonsiliasi ketika berkumpul, Ilham Aidit ‘digosok’ jadi marah-marah,” papar Amelia.
Ia mengingatkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak mengeluarkan aturan di mana negara meminta maaf kepada keluarga PKI. “Pengikut PKI sampai masih ada,” ungkapnya.
Dia melanjutkan, bila pemerintah nekat untuk minta maaf maka justru akan melukai kembali hati keluarga pahlawan revolusi, TNI, dan masyarakat islam yang telah menjadi korban.
Amelia merasa heran Soekarno yang waktu itu masih sebagai Presiden tidak hadir dalam pemakaman Pahlawan Revolusi. “Tanggal 5 Oktober 1965, ayah saya Ahmad Yani dikubur, Bung Karno tidak hadir,” ungkapnya.
Bung Karno berziarah ke makam Ahmad Yani, kata Amelia setahun setelah penguburan Pahlawan Revolusi. “Bung Karno baru satu tahun kemudian nangis di kuburan bapak saya,” jelasnya.
Kata Amelia, Bung Karno juga tidak terlihat sedih setelah terjadi pembunuhan enam jenderal dan berpidato pada 6 Oktober 1965 dan menyebut hanya tonggak kecil dalam perjalanan revolusi Indonesia. “Bung Karno dalam bahasa Belanda menyebut Een rimpeltje in de oceaan (hanya sebuah riak di tengah Samudra,” ungkap Amelia.
Kata Amelia, pasca perstiwa G30 S PKI, tepatnya 1 Oktober 1965 Bung Karno bersama tokoh PKI Supardjo dan Dewan Revolusi ada di Halim Perdanakusuma. “1 Oktober 1965 jam 07.00 Presiden Soekarno tidak ada di tempat, tidak tahu ada di mana. Belakangan ketahuan Bung Karno ada di Halim Perdanakusuma bersama Supardjo dan orang-orang Dewan Revolusi,” papar Amelia.
Saat itu Jenderal Soeharto menunggu perintah Soekarno sebagai Panglima Tertinggi ABRI untuk menindak PKI. Namun Soekarno hanya diam saja. “Akhirnya Pak Nasution memberikan perintah ke Pak Harto untuk bergerak,” paparnya.
“Pak Harto minta Soekarno dan PKI untuk meninggalkan Halim karena akan diserbu oleh kostrad. Akhitnya Bung Karno pergi ke Istana Bogor,” jelasnya.
Kemudian Soeharto mengumukan ke Kodam seluruh Indonesia telah terjadi kudeta yang dilakukan PKI. “Pak harto kasih pengumuman ke kodam-kodam bahwa di Jakarta terjadi kudeta. kita harus luruskan sejarah. data keterlibatan PKI ada di Mahmilub dan itu bisa diakses secara terbuka,” jelas Amelia.
Pembersihan PKI di tubuh TNI dilakukan termasuk di Benteng Raiders. “Benteng Raiders yang dibentuk Ahmad Yani untuk melawan DI/TII justru ada yang berkhianat membela PKI. Penghianat tak jauh dari kita,” paparnya.
Kolonel Untung, kata Amelia Yani juga sudah bergerak dengan menurunkan pangkat perwira tinggi TNI AD. “Untung menurunkan pangkat perwira tinggi TNI AD. Semua pangkat yang di atasnya Untung diturunkan. Ini namanya kudeta,” ungkap Amelia.
Gerakan 30S/PKI selalu menggunakan isu Dewan Jenderal mau mengkudeta presiden. “Di sidang mahmilub terungkap Bung Karno minta supardjo agar gerakan ini dihentikan, dijawab tidak bisa karena terlambat,” jelasnya.
Terkait pemerintahan Orde Baru, Amelia mengatakan, pada 1966-1974 Presiden Soeharto bagus. “Namun ketika ada boomingg minyak sekitar tahun 1974 dan Pak Harto dikelilingi kroni mulai rusak. Pak Harto sendiri bersih,” jelasnya.
Politikus PDIP Aria Bima mengakui partai berlambang Moncong Putih sebagai rumah kebangsaan tempat berkumpulnya anggota DI/TII, PKI, dan PRRI/Permesta.
“Begitu pula saya mengumpulkan anggota DI/TII, PRRI/Permesta, PKI dalam rumah kebangsaan di PDIP,” ujar Aria Bima i Channel Cyber Tv Indonesia berjudul “Kita Kumpulkan Anggota PKI dalam Rumah PDIP”
Secara organisasi PKI sudah dibubarkan, kata Aria Bima, orang-orang komunis tidak perlu dimusuhi. “PKI kita bubarkan anggota PKI jangan dimusuhi harus diajak,” ungkapnya.
Ia juga mengatakan, ada mantan anggota FPI masuk PDIP. “Kalau Kapitra Ampera itu masih berbau FPI masuk PDIP,” paparnya.
Kata Aria Bima, masyarakat jangan menganggap cara pandang PDIP nasionalis progresif yang dianggap sekuler tidak memikirkan agama.
“Kita bukan negara agama dan sekuler. Negara kita di tengah-tengah,” ungkap Aria Bima.
Aria Bima tidak mempermasalahkan polemik HTI dan FPI asal tidak memunculkan gesekan dan merusak pondasi bangsa Indonesia. “Ada HTI, FPI yang dianggap kita tidak ada, tapi ada yg menganggap masih ada. Itu tidak masalah asal tidak merusak pondasi bangsa,” paparnya.