by M Rizal Fadillah
Setelah terpilih 9 anggota Komnas HAM baru untuk Periode 2022-2027 yang diketuai oleh Atnike Nova Sigiro maka tugas berat ke depan sudah menghadang. Di samping harus ikut memeriksa kasus Kanjuruhan Malang yang menewaskan ratusan warga sipil dan melibatkan aparat Kepolisian khususnya Brimob, juga membongkar kembali kasus Km 50.
Komnas HAM baru ini diuji akan integritasnya apakah ini Komnas yang bermutu dan dapat dipercaya atau sama saja dengan Komnas HAM lama yang dinilai berpredikat ayam sayur. Biasa bekerja galak di awal melempem diujung. Independen prosesnya, kompromi hasilnya. Rekomendasi basa basi yang ditindaklanjuti sambil menari-nari. Tidak ada arti.
Kasus Km 50 adalah contoh penanganan Komnas HAM menyedihkan. Hal ini menjadi desakan atau urgensi bahwa Komnas HAM baru harus membongkar kembali kasus pembantaian sadis 6 warga Indonesia yang tidak berdosa oleh aparat di Km 50 Jalan Tol jakarta-Cikampek.
Lima hal yang mendasari desakan ini :
Pertama, Komnas HAM lama bekerja ringan karena mendasari diri hanya pada UU No 39 tahun 1999 tentang HAM bukan pada UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Akibatnya posisi Komnas HAM menjadi sangat lemah. Undang-Undang yang telah memberi kekuatan malah dinafikan. Kebodohan luarbiasa Komnas HAM.
Kedua, Komnas HAM hanya menyelidiki pembantaian 4 anggota Laskar FPI dengan menerima skenario palsu “upaya merebut senjata”. Sementara pembunuhan, bahkan pembantaian, 2 anggota Laskar lainnya yang dibawa dengan mobil lain, ternyata diabaikan dan dianggap benar secara hukum.
Ketiga, Komnas HAM diduga kuat menyembunyikan data tentang penumpang di mobil Land Cruiser hitam dan mobil yang mengejar dan menembak di Interchange Karawang Barat. Anehnya, Komnas HAM justru mempertanyakan penumpang yang diminta untuk diproses hukum itu dalam rekomendasinya.
Keempat, Komnas HAM tidak menjelaskan tentang peran 30 personal Propam yang ditugaskan Ferdi Sambo untuk ikut menangani kasus ini, ini penting untuk menjawab adakah pembuntutan dan pembunuhan itu terkait dengan operasi Satgassus Merah Putih yang terkuak kemudiannya ?
Kelima, Komnas HAM menyembunyikan dan terkesan takut untuk menyampaikan fakta apa adanya, terutama keterkaitan kasus ini dengan keterlibatan intansi lain di luar institusi Kepolisian. Ini dapat menjadi bukti bahwa pembuntutan rombongan HRS dan pembantaian 6 anggota Laskar FPI bukanlah bagian dari penegakan hukum, melainkan pembunuhan politik yang berkualifikasi pelanggaran HAM berat.
Komnas HAM lama telah gagal atau melakukan “obstruction of justice” dalam penanganan kasus Km dari 50 ini. Dan tentunya ini adalah hutang yang harus ditagih ke depan. Sebagai bentuk taubatnya maka personal Komnas HAM lama dapat “curhat” atau menyampaikan fakta dan temuan tersembunyi kepada Komnas HAM yang baru.
Komnas HAM baru wajib untuk membongkar kembali kasus Km 50 yang bukan saja menggantung tetapi penuh dengan rekayasa penanganan dan perlindungan. Di samping menyelidiki peran mantan Kadiv Propam dan Kasatgassus Irjen Pol Ferdi Sambo, Komnas HAM mesti memeriksa keterlibatan Kapolda Jaya Irjen Pol Fadil Imran dalam kasus Km 50 dengan segala rekayasa dan kebohongannya.
Komnas HAM baru harus berani agar terbukti tidak menjadi ayam sayur juga.
Selamat menunaikan tugas bu Atnike Nova Sigiro dan jajaran Komnas HAM periode 2022-2027.
Semoga menjadi ayam petarung yang mampu menjadi penyambung hati dan suara keadilan rakyat.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 7 Oktober 2022