Kebijakan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dikarenakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dirampok pejabat negara/daerah yang “bermentalitas Sambo”.
“BBM harus naik karena APBN dirampok pejabat negara/daerah yg “bermentalitas Sambo”,” kata aktivis Petisi 28 Haris Rusly Moti di akun Twitter-nya @HarisRuslyMoti, Ahad (4/9/2022).
Haris menilai ada narasi yang salah ketika menaikkan harga BBM dengan menyudutkan rakyat maupun pemilik mobil dengan CC tertentu.
“Setiap kenaikan harga BBM, sekian narasi diproduksi untuk menyudukan rakyat, mobil dengan CC tertentu tak berhak isi BBM subsidi,” jelasnya.
“Seakan yg punya hak nikmati kekayaan negara hanya pejabat korup, oligarki tambang. Kelas menengah dituduh sebagai penyebab kebangkrutan negara,” papar Haris.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai kenaikan harga BBM subsidi dilakukan di waktu yang tidak tepat.
Terutama jenis Pertalite. Masyarakat jelas belum siap menghadapi kenaikan harga Pertalite menjadi Rp 10 ribu per liter,” ucapnya, Sabtu (3/9/2022) dikutip dari Tempo.
Dampaknya, kata Bhima, Indonesia bisa terancam stagflasi, yakni naiknya laju inflasi yang signifikan tetapi tidak dibarengi dengan terbukanya kesempatan kerja.
Bhima menjelaskan persoalan ini bukan hanya soal harga energi dan kenaikan biaya transportasi kendaraan pribadi. Sebab, hampir semua semua sektor usaha akan terdampak dari kenaikan harga BBM ini.