Rezim Joko Widodo (Jokowi) otoriter dan kembali ke Orde Baru (Orba) atas tindakan polisi yang memanggil Presiden BEM KM Universitas Andalas (Unand) Arsyadi Walady Sinaga setelah mengunggah poster yang mengkritik penguasa.
“Presiden BEM KM Unand Arsyadi Walady Sinaga dipanggil polisi setelah mengunggah poster yang isinya mengkritik Jokowi. Ini menandakan Rezim Jokowi otoriter dan kembali ke Orba,” kata aktivis Malari 74 Salim Hutadjulu kepada redaksi www.suaranasional.com, Rabu (22/6/2022).
Menurut tahanan politik di era Soeharto, pemanggilan Presiden BEM KM Unand Arsyadi Walady Sinaga oleh polisi menunjukkan matinya kebebesan menyampaikan pendapat.
“Demokrasi di era Rezim Jokowi telah mati. Semua harus mengikuti penguasa,” papar Salim.
Kata Salim, pemanggilan Presiden BEM KM Unand Arsyadi Walady Sinaga oleh polisi merupakan peringatan buat mahasiswa agar tidak mengkritik Presiden Jokowi.
“Ini upaya membungkam gerakan mahasiswa agar tidak mengkritik penguasa,” jelas Salim.
Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Andalas (BEM KM Unand) mendapatkan panggilan dari Kepolisian Daerah Sumatera Barat (Polda Sumbar) terkait unggahan mereka di media sosial Instagram yang dinilai menghina Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Presiden BEM KM Unand Arsyadi Walady Sinaga menyatakan itu merupakan pemanggilan kedua kalinya.
“Benar. Saya langsung dipanggil dan diperiksa hari Rabu tanggal 15 kemarin, dan ini pemanggilan kedua,” kata dia via WhatsApp, Selasa, 21 Juni 2022.
Arsyadi menyatakan pemanggilan itu terkait dengan unggahan di media sosial Instagram mereka pada pada 25 Mei 2022, sehari setelah pengesahan Revisi Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan atau UU PPP. Dalam halaman pertama unggahan itu terdapat poster dengan wajah Presiden Jokowi.
“KKN, Kegagapan, Kegagalan dan Ngeyelnya Pemerintah Indonesia,” begitu tulis mereka dalam unggahan tersebut.
Unggahan tersebut berisi infografis terkait tanggapan BEM KM Unand terhadap pengesahan UU PPP . BEM KM Unand menyatakan menolak pengesahan undang-undang tersebut.
“Putusan mengenai UU Cipta Kerja yang tertuang di dalam putusan MK Nomor 91/PUU-XViIII/2020 tidak ada yang memerintahkan perbaikan UU P3. Hal ini terkesan melawan amar putusan MK yang secara tegas memerintahkan Pemerintah dan DPR memperbaiki UU Ciptaker, bukan UU PPP,” tulis mereka.