by M Rizal Fadillah
Wacana perpanjangan tiga periode masa jabatan Jokowi sebagai Presiden nampaknya tutup buka. Dilempar oleh kelompok pendukung ditepis oleh Presiden, dibuka lagi oleh Menteri ditutup lagi dengan pembelokan argumen Presiden. Konklusi publik sebenarnya adalah bahwa perpanjangan hingga tiga periode itu diinginkan oleh Presiden.
Presiden Jokowi memainkan pola untuk bertahan atau aman dengan berbagai upaya mulai dari penundaan, perpanjangan hingga mencari boneka figur kepanjangan tangan. Dua tahun menuju 2024 semakin intens upaya ini. Tiga periode tetap menjadi impian.
Terakhir Menteri Investasi/Kepala BPKM Bahlil Lahadalia di depan acara HIPMI yang dihadiri Jokowi memimpin yel “lanjutkan !”.
Soal penundaan Pemilu juga dulu corongnya adalah Bahlil. Tercatat dua kali ia membuat usul untuk menunda Pemilu hingga tahun 2027. Kelompok pendukung Jokowi “Projo” juga konsisten menggelorakan tiga periode ini.
Rakyat tidak melihat urgensi tiga periode terutama berpijak pada kualitas Jokowi yang dinilai payah dalam memimpin pemerintahan. Dua periode lengkap saja sudah berbahaya dan terasa menyesakkan. Karena kinerjanya bukan membangun tetapi justru merusak.
Stop keinginan tiga periode, di samping NKRI harga mati maka dua periode adalah harga mati. Dengan sekurangnya tiga alasan, yaitu :
Pertama, tiga periode itu melanggar Konstitusi karena hasil amandemen membatasi dua periode. Melabrak UUD bukan usaha politik yang sehat, bahkan harus diberi sanksi. Jika Presiden berjuang untuk tiga periode maka off sidenya itu harus segera dihukum dengan tendangan penalti.
Kedua, tidak mentorerir politik munafik. Pura pura tidak menghendaki padahal menggerakkan. Rakyat sudah cerdas dan merasa muak dengan kepura-puraan. Kekuasaan ini kok dimain-mainkan seenaknya seperti milik sendiri. Warisan mbah mu, toh mas ?
Ketiga, menjustifikasi sebagai bangsa yang bodoh dan terjajah. Elit kekuasaan selalu menjadi penentu dan rakyat terus berposisi dinistakan. Demokrasi hanya slogan untuk meninabobokan karena faktanya negara ini adalah otokrasi atau oligarki. Di bawah rezim Jokowi yang ingin menjabat tiga kali.
Dua periode harga mati. Tiga periode membuat bangsa ini yang mati. Menjamin kelangsungan investasi hanya alasan yang di cari-cari. Jokowi telah membuat bangsa kehilangan harga diri karena merajalela korupsi dan terkubur dalam tumpukan hutang luar negeri.
Dua periode harga mati, itupun sudah dengan toleransi. Semestinya cukup satu kali karena keterpilihan mantan Gubernur DKI ini merupakan musibah bagi negeri. Rakyat tidak merasa terepresentasi oleh karakternya sebagai pemimpin yang mumpuni. Lebih banyak bergaya ketimbang berprestasi. Apalagi untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya beli.
Dua periode adalah harga mati. Lebih dari itu hanya bunuh diri. Jika dipaksakan rakyat harus bereaksi. Kalau perlu dengan revolusi.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 13 Juni 2022